Kamis, 01 November 2012

Obat hirup Berpotensi Timbulkan Efek Negatif


Obat hirup atau inhaler seringkali digunakan untuk meringankan gejala asma, termasuk anak-anak. Sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris menunjukkan obat jenis tersebut justru dapat memperburuk kondisi kesehatan terutama pada anak.


Para peneliti mengadakan penelitian pada obat yang mengandung salbutamol, yang populer dengan nama Ventolin, inhaler berwarna biru, dan salmeterol, yang terdapat dalam Advair, obat produksi GlaxoSmithKline kurang efektif pada anak-anak dengan gen tertentu, dan pada beberapa kasus justru membuat kondisinya makin buruk.

Para ahli mengatakan dengan mengetahui kondisi genetik anak sebelum melakukan pengobatan asma akan lebih efektif menekan biaya pengobatan. "Ini pertanyaan yang ada di seluruh dunia, jadi kita harus mencari jawabannya," ujar Somnath Mukhopadhyay dari Sekolah kedoksteran Brighton and Sussex, Inggris.

Salbutamol atau yang di AS disebut sebagai aluterol sangat umum digunakan untuk mengatasi asma.

Badan regulasi obat-obatan AS sebelumnya telah memberi peringatan bahwa obat asma seperti Advair dan Serevent, yang juga produksi Glaxo, malah dapat meningkatkan risiko asma pada beberapa pasien.

Perusahaan Glaxo, seperti dikutip Reuters, menyatakan telah membuat studi sendiri atas Advair dan Serevent dan tidak menemukan kesalahan pada obat tersebut. Obat itu bereaksi sama pada berbagai kondisi genetis anak-anak, uji coba dilakukan kepada 500 pasien namun pada pada anak-anak berusia di atas 12 tahun.

"Albuterol atau salbutamol adalah obat yang banyak digunakan di dunia, murah dan populer, dan itu sebenarnya merupakan obat yang bagus, saat ia berfungsi," ujar Mukhopadhyay.

Penderita asma di seluruh dunia diperkirakan berjumlah 300 juta orang, dan penyakit yang umum menyerang anak-anak. Gejala yang muncul adalah bersin-bersin, nafas pendek, batuk, dan sakit di dada.

Penelitian yang dilakukan di Inggris terhadap anak usia 3-22 tahun menunjukkan pasien asma yang menggunakan inhaler setiap hari, dan memiliki varian gen yang disebut Arg16 memiliki risiko 30 persen lebih tinggi mendapat serangan asma dibanding dnegan anak yang memiliki gen biasa.

Mereka dengan gen tersebut menunjukkan 70 persen peningkatan serangan asma. Sedangkkan bagi anak-anak yang setiap hari menggunakan inhaler serangan asmanya bahkan lebih parah.

Studi ini, yang telah dipublikasikan di American Academy of Allergy, Asthma and Immunology, mengungkapkan risiko penggunaan salbutamol dan salmeterol.

Pada awalnya para ahli hanya meneliti keefektifan salmeterol pada kondisi genetik tertentu. Namun mereka memperluas studinya dan memasukkan pasien yang menggunakan salbutamol.

Sekitar 1 juta anak-anak di Inggris menderita asma dan lebih dari 100 ribu anak membawa gen varian yang sensitif terhadap salbutamol dan salmeterol.

Mukhopadyay mengatakan risiko ini bisa jadi lebih besar di India, dimana anak yang memiliki gen Arg16 lebih banyak.

Ia berpendapat, kini mungkin adalah saat yang tepat untuk bertanya apakah efektif untuk memberikan resep yang sama pada anak-anak dengan gejala penyakit sama, atau mungkin harus melakukan 
screening genetik sebelum memberikan pengobatan

Para dokter di Inggris menyatakan tes genetik in bisa dilakukan dengan sederhana dan relatif murah, yakni bisa dengan menggunakan sampel air liur. wul/rin sumber: 
www.republika.co.id


Artikel Terkait: