Pembahasan ini dimulai dengan hadis-hadis Rasulullah SAW. yang ada hubungannya dengan shalat dan ada pula hubungannya dengan kemasyarakatan.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Akan datang suatu zaman dimana orang-orang berkumpul di masjid untuk shalat berjamaah tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang mukrnin.”
Sabda Rasulullah yang mulia di atas jelas menarik bagi kita. Akan muncul pertanyaan di benak kita, “Mengapa shalat yang mereka lakukan tidak dianggap sebagai tanda seorang mukmin? Dan mengapa orang yang melakukan shalat di masjid itu tidak dihitung sebagai mukmin?”
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menunjukkan tanda-tanda seorang mukmin. Shalat bukanlah tanda bahwa seseorang yang melakukannya dapat disebut sebagai mukmin, tetapi ia merupakan tanda bahwa yang melakukannya adalah seorang Muslim. Oleh karena itu, tanda seorang mukmin ialah shalat ditambah dengan syarat yang lainnya.
Saya ingin menyebutkan karakteristik seorang mukmin yang dimuat dalam Shahih Bukhari. Rasulullah yang mulia bersabda,
Pertarna, barangsiapa yang beriman (mu’min) kepa Allah dan Hari Akhir, hendaknya dia menghormati tetangganya.
Kedua, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya dia senang menyambungkan tali persaudaraan.
Ketiga, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya dia berbicara yang benar; dan kalau tidak mampu berbicara dengan benar, maka lebih baik dia berdiam diri.
Keempat, tidak dianggap sebagai orang beriman apabila seseorang tidur dalam keadaan kenyang, sementara para tetangganya kelaparan di sampingnya.
Dengan hanya mengambil empat macam hadis diatas, Anda melihat bahwa tanda seorang mukmin itu terlihat dari tanggung jawabnya di tengah-tengah masyarakatnya. Kalau dia menghormati tetangganya, menyambungkan tali persaudaraan, dan berbicara-dengan benar, atau memiliki keprihatinan di antara penderitaan yang dirasakan oleh saudaranya di sekitarnya, maka barulah dia boleh dikatakan sebagai seorang mukmin.
Jadi, dengan kata lain, Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa nanti akan datang suatu zaman, orang-orang berkumpul di masjid untuk mendirikan shalat tetapi tidak akur dengan tetangganya, yaitu tidak menyambung tali persaudaraan di antara kaum Muslim. Mereka menyebarkan fitnah dan tuduhan yang tidak layak terhadap kaum Muslim. Mereka melaksanakan shalat tetapi tidak sanggup mengatakan kalimat yang benar. Mereka melakukan shalat tetapi acuh tak acuh dengan penderitaan yang dirasakan oleh sesamanya. Kata Rasulullah, mereka adalah orang-orang yang melakukan shalat, tetapi sebetulnya tidak dihitung sebagai orang yang melakukan shalat.
Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, “Ada dua orang umatku yang melakukan shalat, yang rukuk dan sujudnya sama, akan tetapi nilai shalat kedua orang itu jauhnya antara langit dan bumi.”
Dalam hadis qudsi, juga disebutkan mengenai orang-orang yang diterima shalatnya oleh Allah Swt.,“Sesungguhnya Aku (Allah Swt.) hanya akan menerima shalat dari orang yang dengan shalatnya itu dia merendahkan diri di hadapan-Ku. Dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain. Dia tidak mengulangi maksiat kepada-Ku. Dia menyayangi orang-orang miskin dan orang-orang yang menderita. Aku akan tutup shalat orang itu dengan kebesaran-Ku. Aku akan menyuruh malaikat untuk menjaganya. Dan kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankannya. Perumpamaan dia dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti perumpamaan firdaus di surga.”
Dalam hadis qudsi tersebut disebutkan bahwa tanda-tanda orang yang diterima shalatnya oleh Allah Swt., adalah: Pertama, dia datang untuk melaksanakan shalat dengan merendahkan diri kepada-Nya. Dalam Al-Quran, keadaan seperti itu disebut dengan khusyu’. Dan shalat yang khusyu’ adalah salah satu tanda orang yang mukmin. Yang disebut dengan shalat yang khusyu’ itu bukan yang tidak ingat apa pun. Karena orang yang tidak ingat apa pun itu disebut pingsan.
Diriwayatkan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib, apabila hendak melakukan shalat, tubuhnya gemetar dan wajahnya pucat pasi. Sehingga ketika ada orang yang bertanya kepadanya, “Mengapa Anda ya Amirul Mukiminin?” Sayyidina Ali menjawab, “Engkau tidak tahu bahwa sebentar lagi aku akan menghadapi waktu amanah.” Kemudian, Sayyidina Ali membacakan sebuah ayat Al-Quran,
Sesungguhnya Kami telah menazoarkan amanat kepada langit, butni, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk nemikul amanat itu dan mereka khazoatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh rnanusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS 33: 72).
Kemudian Sayyidina Ali melanjutkan ucapannya, “Shalat adalah suatu amanat Allah yang pernah ditawarkan kepada langit, bumi, dan bukit untuk memikulnya. Tetapi, mereka menolaknya dan hanya manusia yang sanggup memikulnya. Memikul amanat berarti mengabdi kepadaNya:”
Kedua, dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain. Jadi, tanda orang yang diterima shalatnya ialah tidak takabur. Takabur, menurut Imam Al-Ghazali, ialah sifat orang yang merasa dirinya lebih besar daripada orang lain. Kemudian ia memandang enteng orang lain itu. Boleh jadi ia bersikap demikian dikarenakan ilmu, amal, keturunan, kekayaan, anak buah, atau kecantikannya.
Kalau Anda merasa besar karena memiliki hal-hal itu dan memandang enteng orang lain, maka Anda sudah takabur. Dan shalat Anda tidak diterima. Bahkan dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Takkan masuk surga seseorang yang dalam hatinya ada rasa takabur walaupun sebesar debu saja.”
Biasanya masyarakat akan menjadi rusak kalau di tengah-tengah masyarakat itu ada orang yang takabur. Kemudian takabur itu ditampakkan untuk memperoleh perlakuan yang istimewa. Dan anehnya, seringkali sifat takabur ini menghinggapi para aktivis masjid atau aktivis kegiatan keagamaan. Mereka biasanya takabur dengai ilmunya dan menganggap dirinya paling benar.
Ketiga, tanda orang yang diterima shalatnya ialah orang yang tidak mengulangi maksiatnya kepada Allah Swt. Nabi yang mulia bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak rnencegahnya dari kejelekan dan kemungkaran, maka shalatnya hanya akan menjauhkan dirinya dari Allah Swt.” Dalam hadis yang lain, Rasulullah Saw. bersabda, “Nanti, pada Hari Kiamat, ada orang yang membawa shalatnya di hadapan Allal Swt. Kemudian shalatnya diterima dan dilipat-lipat seperti dilipat-lipatnya pakaian yang kotor dan usang. Lalu shalat itu dibantingkan ke wajahnya.”
Allah tidak menerima shalat itu karena shalatnya tidal dapat mencegah perbuatan maksiatnya setelah ia melakukan maksiat tersebut. Bukankah Al-Quran telah mengatakan,…Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar…(QS 29:45).
Keempat, orang yang diterima shalatnya ialah orang yan; menyayangi orang-orang miskin. Kalau diterjemahkan dengan kalimat modern, hal ini berarti orang yang mempunyai solidaritas sosial. Dia bukan hanya melakukan rukuk dan sujud saja, tetapi dia juga memikirkan penderitaan sesamanya. Dia menyisihkan sebagian waktu dan rezekinya untuk membahagiakan orang lain.
Kalau dalam shalat Anda, Anda sudah merasakan kebesaran Allah dan tidak takabur; dan kalau Anda sudah tidak mengulangi perbuatan maksiat sesudah shalat; dan kalau Anda sudah mempunyai perhatian yang besar terhadap kesejahteraan orang lain, maka Allah akan melindungi Anda dengan jubah kebesaran-Nya. Allah akan memberi kepada Anda kemuliaan dengan kemuliaan-Nya, dan membungkus Anda dengan busana kebesaran-Nya. samping itu, Allah akan menyuruh para malaikat untuk menjaga Anda; dan para malaikat itu akan berkata sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran,
Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. Didalamnya kamu akan memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu (QS 41: 31).[]
DARI : Azis Muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
JANGAN LUPA BERKOMENTAR DAN UNGKAPKAN PENDAPAT ANDA TENTANG ARTIKEL INI.
NO SARA
NO PORNOGRAFI
NO SPAM
NO LINK ON
NO LINK OFF
JANGAN LUPA UNTUK SELALU MEMBAGIKAN ARTIKEL INI KE JEJARING SOSIAL YANG ANDA SUKA YA :)