Bangkitnya Senjata Buatan IndonesiaDahlan Iskan sebenarnya kurang enak badan hari itu. Badannya meriang, ada flu menyerang. Dengan mengenakan jaket melawan dingin, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara ini memacu mobil pribadinya ke PT Pindad di Bandung. Ini kunjungan ketiga Dahlan ke BUMN produsen senjata itu di tahun 2012.
Kali ini dia ke Bandung bukan untuk urusan mobil listrik, tapi soal masa depan bisnis inti Pindad: senjata. Maka, pada Kamis, 6 September lalu, dia pun bertandang melihat pabrik pembuatan senjata di perusahaan itu. Kapasitas pabrik itu penuh, bekerja 24 jam setiap hari.
“Memang betul peminat dari negara-negara luar sangat banyak,” kata Dahlan esok harinya di kantornya, Kementerian BUMN, Jakarta. Dahlan pun setuju PT Pindad harus dikucuri modal baru. “Sayang sekali. Minat luar negeri begitu besar, tapi kita tidak bisa layani permintaan keterbatasan pabrik Pindad," ujar Dahlan.
Pasar agaknya terbuka bagi senjata “made in RI” itu. Dahlan menghitung, jika kapasitas PT Pindad dibuat tiga lipat pun, produksinya akan tetap terserap. Potensi pasar senjata di Asia, khususnya ASEAN saja, sudah luar biasa. Perusahaan senjata Indonesia itu hanya butuh Rp 150 miliar saja.
“Untuk peremajaan mesin,” katanya. “Kalau pabrik cukup sekali kapasitasnya. Di Turen, Malang, sudah 200 hektare.”
Dari senapan ke panser
Pindad pun kini menggeliat. Adalah Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang disebut-sebut sebagai sosok di balik kebangkitan perusahaan ini. Beberapa waktu lalu Sjafrie berkunjung ke Irak, Uganda, dan Kongo, didampingi Direktur Utama Pindad, Adik Avianto.
Di Irak, jualan Indonesia lumayan. Kendaraan ringan lapis baja Anoa dipamerkan, serta senapan SS-2. Irak bahkan tertarik membeli pesawat CN-235 dan NC-212 produksi PT Dirgantara Indonesia. Delegasi militer Irak akan bertandang ke Indonesia pada 5 Oktober, saat perayaan Hari TNI, untuk meninjau pabrik persenjataan.
Sjafrie sendiri menyebut, Irak membeli senjata dari Indonesia karena sejumlah faktor. Selain empati pada Indonesia, salah satu negara dominan muslim, Irak juga melihat dukungan Indonesia membangun kembali negeri mereka.
“Saat ini Irak sedang membangun angkatan bersenjata. Banyak peralatan militer yang semula dipersiapkan pada saat perang itu kondisinya sudah tidak lagi bagus karena sering dipakai. Irak ingin melakukan revitalisasi peralatan,” kata Sjafrie.
Peralatan Indonesia dinilai tepat untuk keperluan Irak. Selain harga bersaing, kualitas juga boleh diadu. Senapan Serbu 2 (SS2) produksi Pindad misalnya, telah sukses mengantar TNI beberapa kali juara lomba menembak tingkat Asia-Pasifik.
Pada lomba tembak internasional di Australia (Australian Army Skill at Arms Meeting) AASAM 2012, Indonesia juara. Para jago tembak dari TNI Angkatan Darat mengalahkan tuan rumah Australia, dan juga negara besar seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Selandia Baru.
Ajang AASAM 2012 juga diikuti oleh negara-negara ASEAN seperti, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, dan Timor-Leste. Jepang adalah peserta baru pada AASAM kali ini. Lebih dari 300 penembak militer dari masing-masing negara turut berlaga. "Kita sudah mengalahkan anggota-anggota NATO. Kualitas senjata kita juga yang menentukan," ujar juru bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin.
Soal kualitas, senapan serbu SS2 itu memang jadi andalan Pindad. Direktur Utama PT Pindad, Adik Avianto Soedarsono, mengatakan SS2 dikerjakan tenaga ahli dari dalam negeri. “Sisanya dibantu konsultan dari luar negeri," ujarnya kepada VIVAnews di Bandung. SS2 ini hasil evolusi dari tipe sebelumnya, SS1 yang masih lisensi dari Eropa.
Tapi, dia bukan adopsi mentah-mentah dari model awal. SS2 adalah senapan serbu generasi baru kaliber 5,56 x 45 mm dengan laras kisar 7 inchi. Kelebihan senapan ini, dia ringan, handal dan akurasinya tinggi. Popornya model lipat, sehingga fleksibel digunakan.
Senjata ini bisa dipakai secara mekanikal, maupun optical sight. Aksesori pendukung antara lain silencer, sangkur, berbagai tipe pelontar granat, dan lain-lain. Senapan ini juga dibuat banyak variannya. Ada tipe laras panjang dan laras pendek, baik mechanical maupun optical sight. "Jika dibandingkan produk Eropa yang karakteristiknya berat bodi dan tidak ringan, Irak melihat senjata dari Indonesia ringan dan santai dibawanya," kata Adik, akhir Agustus 2012 lalu.
Selain senapan serbu, Baghdad juga terpincut panser Anoa. Kendaraan lapis baja itu dinilai cocok untuk perkotaan. “Letak geografis Irak menjadi alasan pihak pemerintah Irak jatuh hati pada SS2 dan Anoa," ujar Adik. Dan dua negara tetangga, Brunei dan Malaysia, pun jatuh hati dengan Anoa ini.
Penjajakan dengan Irak sudah dilakukan sejak 2008 lalu. Terakhir, perdana menteri Irak berkunjung ke Indonesia untuk memastikan penjajakan kerjasama itu. Rencananya Irak akan belanja banyak. Jadi, selain Pindad, berkah ini juga akan mengucur ke PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, serta sejumlah sentra industri militer Indonesia lainnya. Adik ditunjuk pemerintah sebagai ketua tim penjajakan. “Setelah perayaan HUT TNI Oktober mendatang, Irak dipastikan akan memulai era baru kemiliterannya,” kata Adik.
Rekor sejarah CN 235
Jika PT Pindad baru bicara pemasaran, produksi PT Dirgantara Indonesia (DI) sudah lebih dulu melanglang buana. Apalagi kalau bukan dengan produk andalan pesawat CN 235. “Itu adalah primadona”, ujar juru bicara PT DI Rahendi Triyatna.
Pesawat itu diproduksi dalam beberapa varian, baik militer, medis, patroli maritim, atau penumpang. Uni Emirat Arab misalnya, memesan khusus varian pesawat penumpang very important person (VIP) dan very very important person (VVIP).
Yang terjual lumayan banyak. Total, ada 44 pesawat CN 235 buatan PT DI terbang di luar negeri. Pesawat ini melayang di Malaysia (2 varian VIP dan 6 untuk transportasi militer); di Brunei 1 unit; di Pakistan 4 unit; di Thailand 2 unit; di Uni Emirat Arab 3 unit VVIP, 1 unit VIP, dan 3 unit kendaraan angkut militer. Juga ada 12 unit untuk Korea Selatan, 8 unit sudah diserahkan sejak 2000, sisanya 4 unit sudah diberikan awal tahun ini.
Mengapa mereka tertarik dengan pesawat itu? Dari pengakuan sejumlah negara, serta hasil riset ahli PT DI, rupanya ada banyak kelebihan pesawat CN 235.
“Pesawat serba guna, dengan desain ringan,” kata Rahendi. Karakter pesawat itu cocok di lapangan rumput, penerbangan jarak dekat, serta untuk evakuasi dini di penerbangan perintis.
Selain CN 235, PT DI juga menerima pesanan Cassa 212-400. Kini pabrik itu menggarap dua unit pesanan Thailand. ”Kalau untuk negara seperti Filipina, Irak dan Timur Tengah lainnya masih dalam tahapan penjajakan serius," kata Rahendi. Di Asia Tenggara, Indonesia nampaknya hanya bersaing dengan Singapura.
Banjir pesanan seperti itu, tentu membuat Dahlan Iskan tersenyum lebar. Dia mengatakan BUMN ini tengah mencetak rekor sejarah: proyek terbesar sejak berdiri. Dikatakan, belum pernah dalam sejarah PT DI mendapatkan pekerjaan sebanyak sekarang ini. “Termasuk sejak waktu masih bernama IPTN," kata Dahlan.
Nilai kontrak proyek PT DI kini di atas Rp 7 triliun. Semua proyek pesanan itu harus kelar dalam tiga tahun, antara lain membuat helikopter, pesawat CN-212, dan komponen bagi industri penerbangan global seperti Airbus.
Melihat tingginya pesanan, Dahlan ingin perusahaan tetap fokus merampungkan semua order. Soal pengembangan akan dipikirkan nanti. Soalnya, kata Dahlan, PT DI kini dalam status rawat jalan, setelah sebelumnya masuk Intensive Care Unit (ICU) dan rawat inap. "Pasien yang masih rawat jalan jangan disuruh maraton nanti kolaps di tengah jalan. Biarlah senam dulu, kemudian jogging, baru kelak disuruh lari," katanya.
Ironi?
Tapi, di balik geliat kebangkitan industri senjata Indonesia itu, ada ironi lain. Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq, mengatakan Indonesia masih mengimpor senjata dan pesawat dari luar negeri. "Ironi jika negara lain mau beli produk Indonesia, tapi kita ramai-ramai belanja ke negara lain," kata Mahfudz dalam pesan singkat kepada VIVAnews.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan, perhatian pemerintah masih lemah terhadap Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP). "Perhatian Kemeneg BUMN untuk menyehatkan mereka secara korporasi juga masih lemah,” katanya.
Jika mau merevitalisasi, kata Mahfudz, sekaranglah saatnya. Pesaing utama produk Indonesia itu adalah China dan Korea Selatan. Tapi, kata Mahfudz, dua negara itu juga belum lama jualan senjata. Maka, Indonesia harus cepat masuk ke pasar. “Kalau dua tahun ini kita bisa merevitalisasi industri pertahanan, lalu setelah 2014 kapasitas produksi meningkat, saya yakin kita bisa buka pasar cukup besar di Timur Tengah, Afrika Utara, atau negara lain,” ujarnya.
Roadmap soal industri ini, kata dia, sedang digarap DPR melalui rancangan Undang-undang Industri Pertahanan.
Soal jualan senjata ke luar negeri, Menteri Dahlan sudah menyiapkan taktiknya. Di negara yang menjadi target ekspor, dibangun “markas BUMN”. Di Myanmar, dipastikan enam bulan mendatang ada tiga BUMN bermarkas di negeri itu. "Rencana selanjutnya membuka di Irak," ujar Dahlan Iskan. Markas baru di Irak itu, akan mengelola urusan senjata dan energi.(np)
Infografik: Senjata Unggulan RI
Apa saja senjata yang menjadi primadona Indonesia?
infografik ini dengan animasi flash, anda bisa melihatnya di PC dengan browser yang sudah terinstal flash player dengan alamat dibawah :
http://us.m.viva.co.id/
Singapura, “Singa” Senjata Asia Tenggara
Industri militer Singapura masuk peringkat 50 besar di dunia.
Setelah CN-235, Tank Anoa, dan lalu makin populernya senapan serbu SS-2, industri militer Indonesia seperti menggeliat, meskipun dengan anggaran terbatas. Tapi sebaiknya tak cepat juga menepuk dada. Mari tengok sebentar negeri tetangga Singapura.
Data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukan, Singapura punya anggaran militer sekitar US$ 7,651 miliar, dan berada di peringkat ke-24 di dunia. Indonesia hanya sebesar US$ 6,009 miliar, dan menduduki peringkat 28.
Dengan dompet militer yang buncit, Singapura, negeri seluas 710 km persegi, menjadi negara importir senjata kelima terbesar di dunia. Singapura mengimpor 4 persen senjata. Sebagai perbandingan, India yang importir senjata terbesar, mencatat angka 10 persen.
Industri militer di negeri Singa itu pun tampak gahar. Singapore Technologies Engineering adalah produsen senjata terbesar ke-49 di dunia. Di Asia, ST Engineering hanya kalah dari Mitsubishi Heavy Industries dari Jepang (peringkat 24), serta Hindustan Aeronautis (peringkat 34) dan Indian Ordnance Factories (peringkat 46) dari India.
ST Engineering terdiri dari empat anak perusahaan, yaitu ST Aerospace, ST Kinetics, ST Electronics, dan ST Marine. Dari empat, dua terlihat menonjol, ST Aerospace dan ST Kinetics.
ST Aerospace, menjadi pusat perawatan sejumlah pesawat seperti Hercules C-130, Fokker 50, Bell, helikopter Super Puma, hingga Pesawat Tempur F-5 Tiger. Bahkan pabrik itu mampu mengembangkan sendiri A-4SU Super Skyhawk untuk Angkatan Udara Singapura.
A-4SU Super Skyhawk adalah pengembangan dari Douglas A-4S Skyhawk, besutan Douglas Aircraft Company (sekarang menjadi McDonnel Douglas) dari AS. ST Aerospace melakukan modernisasi pesawat yang menjadi andalan AS di Perang Vietnam ini.
Ini menjadikan A-4SU Super Skyhawk melaju dengan kecepatan maksimum 1128 km/jam dan mampu menempuh jarak 1700 nm. Pesawat digunakan AU Singapura ini juga memiliki dua senjata 20 mm Colt Mk 12 cannon, roket LAU 5003, misil AIM 9 Sidewinder dan AGM-65 Maverick, bom dengan bantuan laser dan bom mark 80.
Adapun ST Kinetics dikenal produsen sejumlah senjata dan kendaraan berat. Produk andalannya senapan serbu SAR 21, senapan serbu jenis bullpup (yang mekanisme dan magazin terletak di belakang pelatuk). Badan senapan dibuat dari bahan polimer berdaya tahan tinggi.
Senapan yang dikembangkan untuk menggantikan M16S1 ini dilengkapi optik bidik 1,5 dan 3 kali zoom. SAR 21 juga memiliki desain magazin transparan, sehingga penembaknya bisa melihat berapa sisa peluru yang tersisa untuk ditembakkan.
Ada juga senapan mesin ringan The Ultimax 100, senapan mesin .50 MG, dan pelontar mortar 120 mm, atau 120 SRAM (Super Rapid Advanced Mortar). Senapan SAR21 ini diborong oleh Brunei. Sedangkan Ultimax 100, dibeli oleh Kroasia, Peru, Filipina, Thailand, Zimbabwe, Slovenia, juga Indonesia. Bahkan Indonesia disebut mengambil lisensi senapan mesin .50 MG untuk dikembangkan menjadi Pindad SMB-QCB (Senapan Mesin Berat-Quick Change Barrel).
Untuk kendaraan berat, ST Kinetics memproduksi tank Self Propelled Howitzer 1 (SSPH 1) Primus. Tank ini canggih punya. Ia memakai sistem loading senjata otomatis, dan mengincar sasaran berbasis GPS dan Datalink.
Tak hanya Primus, ST Kinetics juga memproduksi tank Bionix AFV. Selain dilengkapi meriam, tank jenis ini juga bisa dimodifikasi untuk dijadikan kendaraan konstruksi. Sehingga, tank ini serbaguna digunakan di medan sulit.
Untuk panser, Singapura juga memiliki panser Terrex. Ini wahana pengangkut infantri. Di pasar Asia Tenggara, tampaknya Anoa bersaing berat dengan Terrex.
Ada juga tank Bronco All Terrain Tracked Carrier. Tank itu bisa melata di berbagai medan, dan tercatat dipesan oleh Angkatan Darat Inggris Raya. Militer Inggris, menamakannya “Babi Hutan”. Selain Inggris dan Singapura, militer Thailand juga menggunakan tank ini.
Di bidang industri persenjataan, Singapura tampaknya memang menjadi “singa” di Asia Tenggara. Tak seperti Singapura yang industrinya sudah masuk peringkat 50 besar dunia, negara di Asia Tenggara lain masih bergeliat.
Untuk senjata misalnya, Thailand baru mengambil lisensi senjata HK33 dari produsen Jerman, Heckler & Koch GmbH. Ini adalah senapan serbu yang pernah menjadi andalan Indonesia. Tapi kemudian digantikan, akibat teknologinya dianggap rumit, mahal, dan tak efisien.
Sedangkan di Filipina, industri persenjataan berat belum begitu berkembang pesat. Filipina memang memiliki manufaktur senjata dan amunisi Armscorp. Tapi produk terbesar dihasilkan adalah persenjataan ringan, seperti pistol, revolver, shotgun, dan sporting rifle.
Meski Singapura berjaya, toh Indonesia tetap punya peluang.
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan persenjataan ringan bisa dijadikan andalan ekspor. "Tak perlu bersaing dengan alutsista utama seperti pesawat tempur,” ujar Mahfudz. “Contohnya Anoa, kendaraan taktis. Itu banyak digunakan di negara-negara Afrika dan Timur tengah. Peluangnya besar," ujar Mahfudz.(np)