Kesederhanaan
dan kesahajaan sulit sekali ditemukan pada para pejabat sekarang.
Bukannya memberi teladan ke bawahan, banyak pejabat doyan korupsi. Lebih
parah lagi, segala macam pengadaan barang bisa jadi ajang korupsi.
Baru lalu ditemukan kasus korupsi sapi impor, mesin jahit, hingga
sarung. Belakangan ini, muncul tersangka korupsi pengadaan Alquran dan
baju dinas.
Pahlawan nasional Ki Mangunsarkoro barangkali akan
prihatin melihat korupsi makin mengemuka di kalangan generasi
penerusnya. Ki Mangunsarkoro adalah mantan menteri pendidikan,
pengajaran, dan kebudayaan yang dikenal sangat sederhana dan bersahaja.
Tidak pernah ada dalam pikirannya untuk memperkaya diri. Dia hanya
berpikir bagaimana memajukan bangsa dan negara.
Ki
Mangunsarkoro nama lengkapnya adalah Ki Sarmidi Mangunsarkoro. Dia lahir
23 Mei 1904 di Solo. Dibesarkan di lingkungan keraton, dia memilih
karir sebagai guru. Ki Mangunsarkoro pernah menjabat sebagai kepala
sekolah HIS Budi Utomo Jakarta. Atas permintaan penduduk Kemayoran dan
restu Ki Hadjar Dewantoro, dia mendirikan Perguruan Tamansiswa di
Jakarta. Perjuangannya di bidang pendidikan berpuncak sebagai menteri
pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan pada kabinet Hatta II.
Sewaktu menjabat menteri, dia ikut menjadi pelopor lahirnya universitas
tertua di Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Dia juga pendiri Akademi
Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, sekarang Institut Seni Indonesia
(ISI). Orang kepercayaan Ki Hajar Dewantoro ini adalah salah satu
peletak dasar sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Ki
Mangunsarkoro juga aktif di politik. Dia tokoh yang tak mau kompromi
(non-kooperasi) dengan Belanda. Dia pernah terpilih sebagai Ketua Partai
Nasional Indonesia (PNI). Penjara juga bukan tempat asing bagi pejuang
seperti Ki Mangunsarkoro. Pada saat agresi Belanda II di Yogyakarta, Ki
Mangunsarkoro pernah ditahan di penjara Wirogunan.
Untuk
menghormati jasanya, pada November 2011, dia ditetapkan sebagai pahlawan
nasional bersama Buya Hamka, IJ Kasimo, Pakubuwono X, I Ketut Pudja,
Idham Chalid, dan Sjafroeddin Prawiranegara. Sebuah jalan di kawasan
Menteng, Jakarta diberi nama Jl Ki Mangunsarkoro.
Selain
sumbangan gagasan dan pemikiran bagi kemajuan bangsa dan negara, Ki
Mangunsarkoro dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Bersama Mohammad
Syafei (INS Kautaman, mantan menteri pendidikan), Mohammad Isha Anshary
(ulama Masyumi), dan Buya Hamka, dia dikenal sebagai sosok yang setia
dengan sarung dan peci.
Busana bagi dia tidak perlu
bermewah-mewah. Busana yang penting bisa menguatkan identitas. Meskipun
menjadi menteri, kemanapun dia pergi, ke istana maupun gedung parlemen,
tetap mengenakan sarung. Oleh karena itu, sering namanya dipelesetkan
menjadi Ki Mangun Sarungan. Lebih bersahaja lagi, sewaktu menjabat
menteri, dia tidak pernah mau tinggal di rumah dinas menteri!
Kalau dibandingkan dengan pejabat sekarang, sulit menemukan tandingan
bagi kesahajaan Ki Mangunsarkoro. Jangankan memakai sarung ke setiap
acara kenegaraan, sarung pun dikorupsi. Alamak!
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=404286989624697&set=a.227150314005033.63713.214985411888190&type=1&relevant_count=1