Ceramah Habib Munzir bin Fuad al-Musawa
Senin, 10 Oktober 2011
Masjid al-Munawar Pancoran, Jakarta Selatan
Senin, 10 Oktober 2011
Masjid al-Munawar Pancoran, Jakarta Selatan
قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
مَنْ تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
مَنْ تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas ucapanku maka ia (bersiap) mengambil tempatnya di neraka” (Shahih Bukhari)
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha melimpahkan kemuliaan bagi hamba-hamba-Nya, terlebih lagi bagi yang memohonnya, Yang Maha memiliki kebahagiaan dan keluhuran serta memberikannya kepada hamba-hamba-Nya sepanjang waktu dan zaman, Dialah Yang Maha menciptakan segala sesuatu termasuk pula Yang menciptakan waktu dan zaman. Dialah Allah subhanahu wata’ala yang mana jika seseorang memanggil nama-Nya maka terbukalah seluruh pintu rahmat-Nya, dan tertutuplah seluruh pintu kemurkaan-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari :
أَنَا مَعَ عَبْدِيْ حَيْثُمَا ذَكَرَنِيْ وَتَحَرَّكَتْ بِيْ شَفَتَاهُ
“ Aku bersama hamba-Ku ketika ia menyebut-Ku dan bergetar bibirnya menyebut nama-Ku”
Maka seluruh pintu musibah, bala’ atau kesusahan di dunia dan akhirat yang akan datang kepada kita ditutup dan disingkirkan oleh Allah disaat kita mengingat-Nya , menyebut dan memanggil nama-Nya serta merindukan-Nya, disaat kita memanggil dan menangis karena cinta kepada-Nya, di saat kita meminta dan mengadu kepada Allah, di saat kita mendambakan pertemuan dengan Allah. Dan di saat ia merindukan Allah sungguh ia juga dirindukan Allah subhanahu wata’ala. Sepanjang hidup manusia sejak ia lahir hingga ia wafat, tidak ada sesuatu yang lebih indah dari detik-detik ketika ia dirindukan Allah. Satu detik itu akan membuat sirna dosa-dosanya. Semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan kerinduan kita kepada-Nya, sifat rindu kepada Allah subhanahu wata’ala sungguh sangat indah jika berpijar di dalam jiwa, dan hal itu akan muncul dengan kita mengenali nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, pemimpin orang-orang yang dicintai dan mencintai Allah subhanahu wata’ala. Dan orang yang paling mencintai Allah pastilah ia juga mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan semua cinta Allah tersimpan pada sosok sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
( آل عمران : 31 )
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( QS. Ali Imran : 31 )
Sampailah kita pada hadits agung dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Barangsiapa yang mendustakan hadits-ku ( Rasulullah ) dengan sengaja maka bersiaplah kelak untuk menempati neraka”.
Makna hadits ini sudah jelas, namun kita perlu menelaah lagi berkaitan dengan saudara-saudara kita yang terjebak dengan rendahnya pemahaman, sehingga tergesa-gesa untuk menghapus hadits-hadits semau mereka, atau dengan berkata : “hadits itu dha’if maka jangan digunakan sebagai dalail”, dll. Padahal hadits dha’if bukanlah hadits palsu, dimana para ahli hadits membagi hadits dha’if menjadi 40 bagian, dan diantaranya ada hadits yang masih bisa digunakan sebagai hujjah, sebagaimana Al Imam Ahmad bin Hanbal menggunakan hadits dha’if dalam menetapkan dalil akan sentuhan suami dan istri tidak membatalkan wudhu’, adapula hadits yang tidak bisa lagi digunakan sebagai hujjah namun bisa dijadikan amal untuk dianut dan diikuti, dan ada pula yang bisa dijadikan sebagai dalil sejarah, karena tidak semua hadits dha’if itu termasuk hadits palsu. Namun jika telah disebutkan bahwa hadits tersebut adalah hadits palsu maka besar kemungkinannya bahwa hadits itu riwayatnya juga palsu. Namun para ulama salafusshalih tidak berkenan menghapus hadits dha’if begitu saja karena para periwayatnya adalah para shalihin. Dan hadits Shahih itu sangat berat syaratnya sebagaimana Al Imam Bukhari ketika beliau mendengar ada salah seorang yang menyimpan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan belum beliau ketahui, lalu beliau tempuh perjalanan 3 bulan untuk menemui orang tersebut dan ternyata dia adalah seorang penggembala kambing dan di saat itu ia menggembala kambingnya kemudian memanggil kambingnya dengan mengangkat sorbannya yang berwarna hijau, maka kambingnya pun datang karena mengira sorban itu adalah rumput karena berwarna hijau, maka Al Imam Bukhari berkata : “aku tidak mau mengambil hadits dari orang itu ”, karena dia adalah penipu. Sekedar menipu hewan saja haditsnya tidak diambil oleh Al Imam Bukhari, meskipun belum tentu orang tersebut berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun hal itu demi menjaga hadits yang shahih. Oleh karena itu jangan terburu-buru mendengarkan ucapan orang yang biasa memvonis suatu hadits sebagai hadits dha’if, karena hal tersebut termasuk mendustakan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Saat ini kita berada pada bulan mulia bulan Dzulqa’dah, dimana telah terjadi perjanjian Hudaibiyah di bulan ini. Perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-6 H bulan Dzulqa’dah, diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari, shahih Muslim dan lainnya, ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju Makkah Al Mukarramah bersama 1500 kaum muslimin muslimat dengan berpakaian ihram, dan setelah mendekati kota Makkah, orang kuffar quraisy telah melihat bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam datang bersama 1500 orang muslimin menuju ke Makkah dan mereka pun mulai waspada, setelah kabar itu sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan melihat kaum quraisy tidak menerima mereka secara damai, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikutnya mencari jalan lain untuk menuju Makkah namun tetap saja kaum quraisy mengetahuinya dan menghalangi mereka. Dan dalam perjalanan itu kaum muslimin kehabisan air, teriwayatkan di dalam Shahihul Bukhari bahwa ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta air kemudian para sahabat membawakan air dalam bejana yang hanya tinggal sedikit, lalu para sahabat berkata bahwa persediaan air habis dan semua sumber air yang ada disekitar saat itu pun kering, maka Rasulullah memasukkan tangan beliau ke dalam bejana yang berisi air sedikit itu lalu keluarlah air dari jari-jari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian mereka mulai minum sepuasnya dan berwudhu’ dari air tersebut, yang mana jumlah mereka di saat itu adalah 1500 orang, dan teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa jika jumlah mereka di saat itu adalah 100.000 orang maka air itu pun akan mencukupi untuk semua, karena air keluar dari jari-jari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan derasnya dan tanpa berhenti. Demikian dari mu’jizat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena beliau tidak ingin melihat orang yang dicintainya kesusahan. Dan di saat itu datanglah Urwah sebagai utusan kaum quraisy sebelum ia masuk Islam, dia datang untuk membuat perjanjian yang disebut dengan perjanjian Hudaibiyah , maka Urwah berbicara kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan setiap kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbicara urwah selalu memegang jenggot beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, karena merasa geram ingin mencelakai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di saat itu ada salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berada di samping Rasulullah selalu memukul tangan Urwah setiap kali ingin memegang janggut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berlaku sopan dihadapan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan diriwayatkan bahwa Urwah berkata tidak satu pun dari para sahabat yang mengangkat kepala untuk memandang wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena penghormatan mereka terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi berwudhu, para sahabat berebut mengambil bekas air wudhu’ beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian mengusapkan ke muka dan ke tangan mereka, adapun mereka yang tidak mendapatkan bagian air bekas wudhu’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka mereka mengambil dari bekas sahabat yang lain kemudian mengusapkan ke wajah mereka, dan air bekas wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu wangi. Diriwayatkan dalam kitab As Syifaa oleh Al Imam Qadhi ‘Iyadh bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebuah sumur, lalu para sahabat berkata bahwa air di sumur itu rasanya pahit, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “tidak demikian, air di sumur ini rasanya enak dan baunya wangi”, kemudian Rasulullah meminta untuk diambilkan air dari sumur itu kemudian beliau berkumur dengan air itu lalu memuntahkan air itu ke dalam sumur, dan ternyata air itu baunya lebih wangi daripada bau misik, karena telah tercampur dengan air ludah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh segala sesuatu yang tersentuh atau disentuh oleh sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka akan dimuliakan oleh Allah subhanahu wata’ala, maka terlebih lagi jika itu adalah hati yang mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Saat ini kita berada pada bulan mulia bulan Dzulqa’dah, dimana telah terjadi perjanjian Hudaibiyah di bulan ini. Perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-6 H bulan Dzulqa’dah, diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari, shahih Muslim dan lainnya, ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju Makkah Al Mukarramah bersama 1500 kaum muslimin muslimat dengan berpakaian ihram, dan setelah mendekati kota Makkah, orang kuffar quraisy telah melihat bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam datang bersama 1500 orang muslimin menuju ke Makkah dan mereka pun mulai waspada, setelah kabar itu sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan melihat kaum quraisy tidak menerima mereka secara damai, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikutnya mencari jalan lain untuk menuju Makkah namun tetap saja kaum quraisy mengetahuinya dan menghalangi mereka. Dan dalam perjalanan itu kaum muslimin kehabisan air, teriwayatkan di dalam Shahihul Bukhari bahwa ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta air kemudian para sahabat membawakan air dalam bejana yang hanya tinggal sedikit, lalu para sahabat berkata bahwa persediaan air habis dan semua sumber air yang ada disekitar saat itu pun kering, maka Rasulullah memasukkan tangan beliau ke dalam bejana yang berisi air sedikit itu lalu keluarlah air dari jari-jari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian mereka mulai minum sepuasnya dan berwudhu’ dari air tersebut, yang mana jumlah mereka di saat itu adalah 1500 orang, dan teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa jika jumlah mereka di saat itu adalah 100.000 orang maka air itu pun akan mencukupi untuk semua, karena air keluar dari jari-jari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan derasnya dan tanpa berhenti. Demikian dari mu’jizat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena beliau tidak ingin melihat orang yang dicintainya kesusahan. Dan di saat itu datanglah Urwah sebagai utusan kaum quraisy sebelum ia masuk Islam, dia datang untuk membuat perjanjian yang disebut dengan perjanjian Hudaibiyah , maka Urwah berbicara kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan setiap kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbicara urwah selalu memegang jenggot beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, karena merasa geram ingin mencelakai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di saat itu ada salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berada di samping Rasulullah selalu memukul tangan Urwah setiap kali ingin memegang janggut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berlaku sopan dihadapan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan diriwayatkan bahwa Urwah berkata tidak satu pun dari para sahabat yang mengangkat kepala untuk memandang wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena penghormatan mereka terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi berwudhu, para sahabat berebut mengambil bekas air wudhu’ beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian mengusapkan ke muka dan ke tangan mereka, adapun mereka yang tidak mendapatkan bagian air bekas wudhu’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka mereka mengambil dari bekas sahabat yang lain kemudian mengusapkan ke wajah mereka, dan air bekas wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu wangi. Diriwayatkan dalam kitab As Syifaa oleh Al Imam Qadhi ‘Iyadh bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebuah sumur, lalu para sahabat berkata bahwa air di sumur itu rasanya pahit, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “tidak demikian, air di sumur ini rasanya enak dan baunya wangi”, kemudian Rasulullah meminta untuk diambilkan air dari sumur itu kemudian beliau berkumur dengan air itu lalu memuntahkan air itu ke dalam sumur, dan ternyata air itu baunya lebih wangi daripada bau misik, karena telah tercampur dengan air ludah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh segala sesuatu yang tersentuh atau disentuh oleh sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka akan dimuliakan oleh Allah subhanahu wata’ala, maka terlebih lagi jika itu adalah hati yang mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka di saat itu Suhail yang juga merupakan utusan musyrikin membuat perjanjian bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Rasulullah memerintahkan kepada sayyidina Ali Kw untuk memulai dan menuliskan “Bismillahirrahmanirrahim”, namun Suhail menolak dan meminta untuk menulis “Bismika Allahumma”, Rasulullah terdiam dan kemudian memerintahkan untuk mengikuti kemauan musyrikin akan hal itu, lalu Rasulullah memerintahkan untuk menulis “Min Muhammad Rasulullah (dari Muhammad utusan Allah)”, maka kaum musyrikin tidak menerimanya dan meminta untuk menghapus kalimat “Rasulullah”, karena mereka tidak meyakini bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Rasulullah, namun tangan sayyidina Ali tidak mampu untuk menghapusnya kemudian Rasulullah sendiri yang menghapusnya seraya berkata :
وَاللهِ إِنِّيْ لَرَسُوْلُ اللهِ وَإِنْ كَذَّبْتُمُوْنِيْ اُكْتُبْ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ
“ Demi Allah, sungguh aku adalah utusan Allah walaupun kalian mengingkariku, tulislah -Muhammad bin Abdillah- “.
Kemudian ditulislah : “Min Muhammad bin Abdillah ( dari Muhammad putra Abdullah)”. Dan perjanjian berikutnya sangat mengagetkan muslimin, yaitu jika ada orang muslim yang masuk Islam dari Makkah dan lari ke Madinah, maka harus dikembalikan kepada kaum musyrikin quraisy, para sahabat tidak menerima hal itu namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya terdiam, para sahabat kebingungan, dan dalam keadaan seperti itu datanglah Jandal bin Suhal dan berkata : “ Aku datang dari Makkah untuk masuk Islam”, maka Suhail berkata : “dialah orang yang pertama kali yang masuk Islam dan harus dikembalikan kepada kaum musyrikin”, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta kepada Suhail agar kaum muslimin tidak mengembalikannya ke Makkah, hingga tiga kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memohon kepada Suhail namun Suhail tetap menolaknya. Kemudian datang sayyidina Umar bin Khattab RA kepada Rasulullah shallallahu, dan berkata : “wahai Rasulullah bukankah Engkau adalah benar-benar utusan Allah?”, Rasulullah menjawab : “iya betul aku adalah utusan Allah”,kemudian sayyidina Umar berkata : “Bukankah kita kaum muslimin berada pada kebenaran dan mereka dalam kesesatan?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “iya benar”, sayyidina Umar berkata : “ lantas mengapa kita harus menghinakan diri kepada orang-orang yang dalam kebathilan sedangkan kita dalam kebenaran?”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِيَ اللهُ أَبَدًا
“ Sungguh aku adalah utusan Allah, dan Allah tidak akan mengecewakanku selama-lamanya”
Kemudian sayyidina Umar bin Khattab RA pun terdiam lalu mendatangi sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan menceritakan perbincangannya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang kemudian di akhir percakapan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِيَ اللهُ أَبَدًا
“ Sungguh aku adalah utusan Allah, dan Allah tidak akan mengecewakanku selama-lamanya”
Kemudian sayyidina Abu Bakr As Shiddiq berkata : “jika demikian, maka sungguh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah dan Allah tidak akan mengecewakannya”, maka sayyidina Umar bin Khattab pun terdiam mendengar jawaban sayyidina Abu Bakr As Shiddiq RA. Setelah beberapa waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari kemahnya dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk memotong rambut dan menyembelih hewan kurban, dan setelah itu beliau dan kaum muslimin kembali ke Madinah Al Munawwarah tanpa memasuki Makkah, namun para sahabat tidak ada yang melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga setelah beliau menerima pendapat Ummu Salamah untuk memulai mencukur rambut beliau dan menyembelih hewan qurban, kemudian para sahabat pun dari Muhajirin dan Anshar mengikuti langkah beliau karena cintanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan teriwayatkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memotong rambut, tidak sehelai rambut pun yang terjatuh ke tanah kecuali telah berada di genggaman tangan para sahabat. Dan diriwayatkan dalm Shahih Al Bukhari bahwa salah seorang sahabat menyimpan sehelai rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berwarna hitam kemerah-merahan kemudian beliau menceritakan pada sahabat yang lainnya, maka sahabat itu berkata :
لِأَنْ تَكُوْنَ عِنْدِيْ شَعْرَةٌ مِنْهُ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
“ Jika aku memiliki sehelai dari rambut beliau ( Rasulullah ) hal itu lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya ”
Demikian cintanya para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan setelah mereka selesai memotong rambut dan menyembelih hewan qurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan kaum muslimin kemudian membai’at mereka di bawah sebuah pohon, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
( الفتح : 18 )
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon , maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya) .” ( QS. Al Fath : 18 )
Dan firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat yang sama :
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
( الفتح : 10 )
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah . Tangan Allah di atas tangan mereka , maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” ( QS. Al Fath : 10 )
Kemudian turun juga ayat tentang hal tersebut firman Allah subhanahu wata’ala:
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آَمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا
( الفتح : 27 )
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat .” ( QS. Al Fath : 27 )
Setelah itu sahabat bersiap-siap untuk kembali ke Madinah Al Munawwarah, tiba-tiba di suatu pagi sayyidina Umar bin Khattab dipanggil oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka sayyidina Umar bin Khattab merasa khawatir jika perkataannya kemarin telah menyinggung perasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga turun ayat sebagai teguran untuk sayyidina Umar bin Khattab, maka beliau datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Rasulullah berkata : “Wahai Umar, semalam telah turun ayat yang mana ayat itu lebih aku cintai dari terbitnya matahari”, ayat itu adalah firman Allah subhanahu wata’ala:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا ، لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا ، وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا
( الفتح : 1-3 )
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata , supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan ni’mat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).” ( QS. Al Fath : 1-3 )
Maka setelah mendengar hal itu, wajah sayyidina Umar bin Khattab menjadi cerah dan berkata : “wahai Rasulullah, apakah kelak kita akan masuk ke Masjidil Haram?”, Rasulullah menjawab : “iya betul wahai Umar”, maka dua tahun kemudian di bulan Ramadhan tahun 8-H masuklah kaum muslimin ke kota Makkah dengan aman dan damai, dan tidak ada lagi kaum musyrikin yang bisa melawan atau menghalangi pasukan kaum muslimin yang berjumlah 10.000 dari golongan muhajirin dan anshar, dan tidak ada lagi gencatan senjata dan ketika itu Abu Sofyan pun kemudian menyerah dan masuk Islam dan berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “ Wahai Rasulullah, kuserahkan semua kekuasaan quraisy dan tidak ada lagi kekuasaan quraisy setelah hari ini”. Demikianlah kejadian perjanjian Hudaibiyyah pada tahun ke-6 bulan Dzulqa’dah.
Selanjutnya kita berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala semoga kita termasuk dalam kelompok ahli Hudaibiyyah yang bersumpah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membantu sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan cinta kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, membantu sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam semampunya dan menjauhi larangan Allah semampunya, serta mematuhi perintah Allah semampunya, dan semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan kekuatan kepada kita untuk taat pada seluruh perintah Allah dan untuk mampu menjauhi seluruh larangan Allah, semoga Allah mengangkat seluruh kesulitan kita yang sedang terjadi dan yang akan terjadi di dunia dan di akhirah, semoga Allah menjaga kita dari segala musibah yang akan terjadi Ya Rahman Ya Rahiim…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم …لاَإلهَ إلَّاالله…لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ…لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ…لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ…مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ