‘Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada para syaikh dari kalangan bani ‘Abbas: “Dengan apa kalian memerangi manusia?” Mereka menjawab: “Dengan kesabaran. Tidaklah kami menjumpai suatu kaum (musuh, pen.) melainkan kami bersabar menghadapi mereka sebagaimana mereka bersabar menghadapi kami.”..
Sebagian salaf berkata: “Masing-masing dari kami tidaklah menyukai kematian dan sakitnya luka-luka, akan tetapi kami diberi kelebihan dengan kesabaran.”
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullahu menerangkan: “Ini dalam jihad memerangi musuh yang dhahir (lahir) yakni jihad melawan orang-orang kafir. Seperti itu pula dalam jihad memerangi musuh yang batin yakni jihad melawan (kejahatan) jiwa dan hawa nafsu. Maka sungguh berjihad pada keduanya (dhahir dan batin) merupakan seagung-agungnya jihad. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الْـمُـجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي اللهِ
“Seorang mujahid adalah orang yang memerangi jiwanya karena Allah.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 516)
Al-Imam Al-Mubarakfuri rahimahullahu mengatakan (Tuhfatul Ahwadzi hal. 206): “Yakni memaksa jiwanya yang suka memerintahkan kepada kejelekan untuk tunduk kepada apa yang mengandung keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam bentuk melaksanakan amalan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan. Jihad terhadap jiwa tersebut juga merupakan fondasi dari segala macam jihad. Karena sesungguhnya selama seseorang belum berjihad untuk menundukkan jiwanya sendiri, tidaklah mungkin baginya untuk dapat berjihad memerangi musuh yang di luar jiwanya (musuh yang dhahir).”
Sumber: http://www.asysyariah.com/ katagori Permata salaf Judul:Jihad dan Kesabaran