“Sesungguhnya lubang jarum takkan terlalu sempit bagi dua orang yg saling mencintai.
Adapun bumi takkan cukup luas bagi dua orang yang saling membenci.”
(Al-Khalil Ibn Ahmad)
Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Assalaamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh..
Ada satu ucapan, dengan satu napas ‘tuk menuturkannya..
Maaf.
Setunggal kata, singkat dan sederhana. Namun ia menjadi sarat makna, sarat kekuatan dan kedahsyatan bagi hati yang tidak terlatih ‘tuk memberikannya dengan ikhlas. Ialah sebuah perjuangan yang begitu pahit dan meletihkan, ‘tuk sepenuhnya memberi ruang di hati ini, ‘tuk dengan tulus menghaturkan, “Iya, aku sudah memaafkanmu..”
Saudaraku..
Di pertengahan malam ini.. Jari-jari ana merajutkan kata untuk antum, yang mungkin tengah tercekik hatinya, karena sakit hati yang demikian dalam, yang didermakan “manusia tak berperasaan”. Dengan tulisan ini, ana hendak mengingatkan saudaraku yang baik ini, yang mungkin tengah menyimpan luka lebar dan dalam, yang menulusup di dasar kalbu paling jauh, yang terus menyayati jiwa yang memilikinya.. Hingga hati yang terbakar itu berujar, “Sampai mati pun takkan kulupakan apa yang telah kaulakukan padaku!”
Akhiy.. Ukhtiy.. Mari kita sandarkan kepala ini sejenak.. Mari ber-istighfar, jika sempat rasa sakit hati menjelma menjadi dendam.. Jika sempat rasa tersakiti tersihir menjadi keengganan memaafkan.. Jika sempat, ego menguasai diri kita, mengambil alih kerja hati dan iman kita.. Sehingga secara tidak sadar kita mendongkrak derajat diri, sampai tega berharap agar penderitaan berbalik mendiami hidup orang yang menyakiti kita..
Astaghfirullaah.. Apatah kita.. Bila memandang diri terlalu agung, hingga tidak sanggup memberi maaf.. Tidak sanggup meniru ajaran Rasulullah yang mulia.. Tidak sanggup menuruti perintah ALLAH.. “Jadilah engkau pemaaf..” (Q.S. al-A’raaf: 199). Sementara kita, takkan sanggup menarik napas walau seteguk, jika ALLAH tidak mengampuni dosa-dosa kita..
Saudaraku yang baik..
Mari raba hati ini, elus dengan lembut sang pelabuhan iman.. Ingatkanlah ia, bahwa..
“Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas, maka ALLAH memberinya maaf pada hari kesulitan.” (H.R. ath-Thabrani)
Sungguh ana mengerti, Akhiy.. Jika mungkin, melupakan sekaligus memaafkan kesalahan orang ialah usaha yang begitu berat ‘tuk kita pikul sendirian. Macam harus kita dorong gunung dan bukit bertimah dengan tangan kosong. Sungguh ana paham, Ukhtiy.. Jika memaafkan itu semakin terasa berat ketika luka yang ia ukir begitu mencekik dan menghanguskan kebersihan nurani kita..
Ana tau, (kadang) memaafkan itu sulit.. Lagi susah dan berat. Luka yang ia goreskan bahkan mengeras dan berlapis kerak tak tertembus.
Namun..
Ingatkah kita dengan kisah seorang sahabat yang masuk surga karena pekerjaannya setiap hari adalah memaafkan? Ingatkah kita pada sosok ibu, yang memaafkan setiap tangis kita ketika kita hanya bisa menendang-nendang dan merengek di buaian? Ingatkah kita pada kisah ketika Rasulullah menenangkan Jibril yang hendak membalikkan gunung, agar memaafkan orang-orang yang menyakiti beliau?
Ingatkah kita, akan kenyataan tak berbantah, ialah ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Memaafkan lagi Maha Mengampuni..? Lantas, beraninya kita mendambakan ampun dan maaf dari-Nya, bila kita sendiri enggan untuk mengamalkan kearifan memaafkan?
“… Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak ingin ALLAH mengampunimu?
Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. an-Nuur: 22)
Yuk, Saudaraku.. Angkat dan buang beban yang terus mengekori kita, yang kian membendung hati ini dari kemaafan.. Cuci bersih hati ini, peraslah dengan kesadaran akan posisi kita sebagai hamba yang bergantung kepada-Nya. Aliri hati ini dengan kemaafan.. Basahi ia dengan penerimaan.. Bahwa selain Rasulullaah, manusia itu.. Tidaklah sempurna..
Izinkanlah rasa sakit dan disakiti itu menjadi penggugur dosa kita saja. Jangan jadikan ia sebagai benteng kearoganan yang menghalangi nur kemuliaan untuk menyinari kita..
Lalu tuturkanlah ucapan kasih sayang pada ia yang tengah menanti pemberian maaf kita.. Pada ia yang tengah menyesali perbuatannya yang menyakiti kita.. Katakanlah..
“… Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan ALLAH mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang..” (Q.S. Yusuf: 92)
Itulah ucapan Nabi Yusuf ‘alayhi salam kepada saudaranya, ketika mereka meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat di masa lalu. Subhanallaah..
Saudaraku..
Sungguh, jika kita terus terjerembap pada kesukaran hati ‘tuk memberi maaf.. Jika kita terus mengasung diri dengan memelihara sakit hati akan perbuatan orang lain.. Jika kita terus mencerca, memenuhi rongga dada dengan amarah dan ketidakikhlasan memaklumi.. Ana kira hidup kita tidak lebih baik dari seekor semut yang senantiasa kelelahan menopang beban. Hidup kita takkan tenang, karena hati terus dipusingkan oleh ketidakikhlasan berkelanjutan.
Maka, jika kini hati ini masih terisi oleh keengganan memaafkan.. Jika kini kepingannya masih diretakkan oleh kebencian pada orang yang menyakiti kita.. Jika kini, ia tengah pelik dan tersandung-sandung oleh bayang-bayang perbuatan orang pada kita.. Pasrahkanlah pada-Nya, minta ALLAH yang langsung mengangkat beban ini. Minta ALLAH yang membimbing hati ini ‘tuk memaafkan.. Minta ALLAH ‘tuk mengajari hati ini tentang kearifan meleburkan dendam dan sakit hati.. Insha ALLAH, jika kita tulus meminta, ALLAH akan menolong kita.. Insha ALLAH.. Insha ALLAH..
Karena kemaafan adalah dendam terindah untuk ia yang menyakitimu. Kemaafan adalah akhlak termulia di antara segala reaksi terhadap perbuatan dosa orang lain terhadap kita.. Kemaafan adalah alternatif termanis untuk membentengi diri dari rasa sesak berkepanjangan.. Tiada manusia yang sempurna sehingga tak satu salah pun yang dibuatnya, melainkan Rasulullaah Shalallahu ‘Alayhi Wasallam..
Karena kemaafan, adalah butiran berlian yang menerangi kalbu, yang mengangkat derajat diri dan iman yang dipeliharanya.. Insha ALLAH.. Insha ALLAH..
“Barang siapa senang melihat bangunannya dimuliakan, derajatnya ditingkatkan, maka hendaklah dia mengampuni orang yang bersalah kepadanya, dan menyambung (menghubungi) orang yang pernah memutuskan hubungannya dengan dia.” (H.R. al-Hakim)
Di sudut dingin kamar kosan
Ketika fajar berpamit, 26 Maret 2013
Nofriani, dalam Derik-derik Mengingat-Nya
Untuk siapapun yang tengah membaca tulisan ana..
Ana memohon maaf atas salah-salah ana yang disengaja dan tidak disengaja, ya, Saudaraku..
Semoga ALLAH pun mengampuni dosa-dosa kita.. Aamiin.. Aamiin..
Semoga bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
JANGAN LUPA BERKOMENTAR DAN UNGKAPKAN PENDAPAT ANDA TENTANG ARTIKEL INI.
NO SARA
NO PORNOGRAFI
NO SPAM
NO LINK ON
NO LINK OFF
JANGAN LUPA UNTUK SELALU MEMBAGIKAN ARTIKEL INI KE JEJARING SOSIAL YANG ANDA SUKA YA :)