Do Not Stop Moving, Do Not Stop Thinking

Pekan lalu dalam perjalanan saya ke Semarang untuk mengisi seminar, saya satu pesawat dan duduk berdampingan dengan seorang tokoh bisnis asal Banjarnegara. Beliau tampak segar, wajah cerah, kening tak ada kerutan, lincah, dan gesit.

Kami terlibat ngobrol cukup intens sampai akhirnya beliau mengakui usianya 78 tahun. Dengan penampilan seperti itu ia tampak puluhan tahun lebih muda. Apalagi kegiatannya begitu banyak sehingga aktivitasnya persis seperti anak muda meski mengaku sudah pensiun sejak tahun 1988 atau sekitar 25 tahun lalu.

Ada banyak kegiatan yang dijalaninya mulai dari mengelola berbagai bisnis dan menjalankan organisasi. Keempat anaknya juga sukses dan menempuh pendidikan di luar negeri, suatu bukti yang bersangkutan sukses membina keluarga.

Menjalani pensiun memang tak hanya duduk tafakur sambil menghabiskan hari tua. Baginya hidup harus diisi dengan berbagai kegiatan. Tak ada yang namanya benar-benar pensiun. Itulah yang membuat Pak Yuwono Kolopaking, kenalan saya itu, tampak segar di usia menjelang 80 tahun. Rahasianya, katanya, “Don’t stop moving, don’t stop thinking!” Jangan berhenti bergerak, jangan berhenti berpikir!

Saya justru sering melihat hal sebaliknya. Di beberapa kesempetan banyak orang-orang berusia 40-an, 30-an, bahkan 20-an tahun yang pasif, loyo, kurang bergairah, dan tak punya motivasi. Apa arti hidup bagi mereka?

Perkenalan itu mengingatkan saya akan filosofi yang sering kita dengar: Bukan berapa lama kita hidup, tetapi bagaimana kita menjalani hidup. Tentu kita perlu mensyukuri hari-hari baru yang bisa kita nikmati dengan syukur, doa, dan senyuman. Dan sedapat mungkin menjadi orang baik dan berguna baik bagi diri sendiri, keluarga, orang lain, dan bangsa. Salam sukses luar biasa!

Artikel Terkait: