Jumat, 26 Oktober 2012

Penyebab Utama Hadis Hadis Bukhari Ada Yang Palsu


Hasil kodifikasi Hadis yang dilakukan oleh Muhammad ibn Syihab al Zuhri (51 – 125 H) dan Abu Bakar Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm dianggap sebagai kitab Hadis yang pertama ada dalam sejarah pembukuan Hadis. Namun karya kedua ulama tersebut tidak dapat dijumpai lagi saat sekarang ini. Setelah kedua tokoh tersebut maka bermuncullah sejumlah ulama Hadis yang menghimpun dan mengkodifikasi Hadis, sehingga lahirlah kitab-kitab hadis yang bervariasi jenis dan macamnya dilihat dari sistimatika penyusunannya.
 .
Di antara kitab-kitab Hadis yang merupakan hasil kodifikasi para ulama tersebut yang masih dapat kita jumpai saat ini di antaranya adalah : kitab al Muwaththa’ yang disusun oleh Imam Malik ibn Anas . Kitab Al-Muwaththa’ ;Kitab ini adalah karya termashur Imam Malik di antara sejumlah karyanya yang ada. Disusunnya kitab ini adalah atas anjuran khalifah Abu Ja’far al Mansyur dari Dinasti Abbasiyah yang bertujuan untuk disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat Muslim dan selanjutnya dijadikan sebagai pedoman hukum negara di seluruh dunia Islam dan juga akan digunakan sebagai acuan bagi para hakim untuk mengadili perkara-perkara yang diajukan kepada mereka serta menjadi pedoman bagi para pejabat pemerintah. Namun Imam Malik menolak tujuan yang diinginkan oleh khalifah tersebut, bahwa agar Al Muwaththa’ digunakan satu rujukan atau satu sumber saja dalam bidang hukum
.
Menurut ibn al Hibah, Hadis yang diriwayatkan Imam Malik berjumlah seratus ribu Hadis, kemudia Hadis-hadis tersebut beliau seleksi dengan merujuk kesesuaian dengan alquran dan sunnah sehingga tinggal sepuluh ribu Hadis.Dari jumlah itu beliau lakukan seleksi kembali sehingga akhirnya yang dianggap mu’tamad berjumlah lima ratus Hadis.Beberapa kali dilakkukan revisi oleh Imam Malik atas Hadis yang dikumpulkan mengakibatkan kitab ini memiliki lebih dari delapan puluh naskah (versi), lima belas diantaranya yang terkenal adalah :
  • Naskah Yahya ibn Yahya al Laytsi al Andalusi, yang mendengar al Muwaththa’ pertama kali dari Abd al Rahman dan selanjutnya Yahya pergi menemui Imam Malik secara langsung sebanyak dua kali tanpa perantara.
  • Naskah Abi Mus’ab Ahmad ibn Abi Bakr al Qasim, seorang hakim di Madinah.
  • Naskah Muhammad ibn al Hasan al Syaibani, seorang murid Abu Hanifah dan murid Imam Malik.
.
Hadits-hadits palsu pada masa bani Umayyah, tidak akan “laku dijual” kalau masyarakat saat itu mau tetap menomorsatukan Al-Qur’an, di atas hadits-hadits.Oleh karena itu, untuk bisa melegitimasi kekuasaan bani Umayyah pada saat itu, harus dilakukan dua cara:
1. Buat hadits palsu sebanyak mungkin.
2. Palingkan perhatian kaum muslimin dari Al-Qur’an ke hadits-hadits. (agar bisa menelan hadits-hadits palsu tsb)
.
Kebencian keluarga Umayyah  kepada Bani Hasyim sangat terkenal, misalnya Cucu Abu Sofyan membantai Imam Husain di Karballa.Bukhari Menjadikan Salah Satu Sumber Utama Hadisnya dari ZUHRi Sang Pemalsu Hadis Dan Sejarah demi membenarkan tindakan Zalim Tiran Bani Umayyah
Mu’awiyah adalah orang pertama yang tertarik ingin menulis sejarah dan membuat buat hadis hadis atau sunnah palsu. Ia mendapatkan sebuah sejarah  masa lalu yang ditulis oleh seorang bernama Ubaid yang ia panggil dari Yaman.Ahmad Amin dalam bukunya Fajrul Islam, dan Abu Rayyah dalam bukunya Adhwa’ Ala Sunnah Al Muhammadiyah telah menggugat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau mengatakan, bahwa dia (Abu Hurairah) sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, padahal dia tidak pernah menulis. Ia hanya menceritakan hadits dari ingatannya.
Bukhari Menjadikan Salah Satu Sumber Utama Hadisnya dari ZUHRi Sang Pemalsu Hadis Dan Sejarah demi membenarkan tindakan Zalim Tiran Bani Umayyah
Zuhri adalah sejarawan pertama yang menulis sejarah Islam atas perintah dan pembiayaan langsung dari penguasa. Ia juga menulis kumpulan hadis. Karya Zuhri adalah salah satu sumber utama hadis hadis Bukhari. Zuhri sangat dekat dengan keluarga bangsawan, dan guru bagi putera putera nya
Dua orang murid Zuhri yang bernama Musa bin Uqbah dan Muhammad bin Ishaq menjadi sejarahwan terkenal. Musa dulunya adalah seorang budak dirumah Zubair. Karyanya merupakan karya yang terkenal untuk waktu yang lama. Anda akan menemukan referensi referensi nya di banyak buku buku sejarah
Murid kedua, Muhammad bin ishaq  adalah sejarahwan terkemuka bagi kaum sunni. Biografi Nabi karyanya  berjudul “Sirah Rasulullah” masih menjadi sumber sejarah yang diakui dalam bentuk yang diberikan oleh Ibnu Hisyam, dan dikenal sebagaisirah Ibnu Hiysam
Zuhri adalah orang pertama yang menyusun hadis seluruh sejarah  dan kitab sunni setelah nya oleh orang orang yang berpengaruh dalam karya karya ini (Sumber : As Sirah An Nabawiyah, Syilbi, Sejarahwan Sunni Terkemuka, bagian 1 halaman 13-17)
Penjelasan diatas memberikan bukti dan fakta fakta berikut :
  1. Kitab sejarah kaum sunni pertama kali disusun atas perintah langsung dari Dinasti Umayyah
  2. Penulis pertama adalah Zuhri, lalu dilanjutkan oleh kedua musridnya, Musa bin Uqbah dan Muhammad bin Ishaq
  3. Para penulis ini sangat dekat dengan keluarga Dinasti Umayyah
Penjahat penjahat inilah yang pertama kali menuliskan kitab kitab sejarah dan hadis. Mereka memalsukan hadis untuk membenarkan tindakan mereka dan menyatakan bahwa Nabi SAW telah memerintahkan untuk menaati mereka walaupun zalim.  Sebuah hadis berlabel shahih yang menggelikan !!!!
Mayoritas Umat Merupakan Jama’ah pengikut  Syi’ah Mu’awiyah (sunni sekarang) yang MERAMPAS  kekuasaan , menindas dan melakukan diskriminasi terhadap Syi’ah Ali.. Mustahil Nabi SAW menyuruh anda mengikuti kaum mayoritas !!!
Banyak Hadis Hadis dan Kitab Sejarah Mazhab Sunni Telah Dipalsukan Oleh Penulis dari Dinasti Umayyah !!!  Sehingga Syi’ah Hanya Menerima Sebagian Hadis dan Sirah Sunni Dan Mengingkari Keotentikan Sebagian Lagi
Bukhari Menjadikan Salah Satu Sumber Utama Hadisnya dari ZUHRi Sang Pemalsu Hadis Dan Sejarah demi membenarkan tindakan Zalim Tiran Bani Umayyah
Padahal Allah SWT berfirman : “Tidak seorang pun menyentuh (kedalaman makna Al Quran) kecuali hamba hamba yang disucikan” (Qs. Al Waqi’ah ayat 79)
al-zuhri telah membuat hadits palsu. Hal ini dilakukannya karena ada “order special” dari khalifah bani umayyah di damaskus
Kendati hadits tersebut termaktub dalam kitab sahih al-bukhari (kitab yang otentisitasnya tidak diragukan lagi oleh kaum muslim), sebagian diantaranya  bikinan imam al-zuhri. Bukanlah sabda Nabi saw. Saya meragukan  kredibilitas imam al-zuhri dan imam al-Bukhari, para pejabat itu telah memaksanya untuk menuliskan Hadits-hadits nabawi yang pada saat itu sudah ada tetapi belum terhimpun dalam suatu buku.
ummat islam diharapkan tidak percaya sepenuhnya kepada imam al-Bukhari, sebagian  omongan al-zuhri telah dianggap sebagai hadits Nabi SAW. DAN ITU kecerobohan mendasar imam al-bukhari.  ???
terdapat dalam kitab Ibn Sa’ad dan Ibn ‘Asakir  : al Zuhri mengatakan, “Inna haulai al umara akrahuna ‘ala kitabah alhadits” (sesungguhnya para pejabat itu telah memaksa kami untuk menulis Hadits). Artinya para pejabat itu telah memaksanya untuk menuliskan Hadits-hadits nabawi yang pada saat itu sudah ada tetapi belum terhimpun dalam suatu buku. JAdi Zuhri  ada  hubungan dengan Bani Umayyah dan pemanfaatan dirinya dalam pemalsuan hadits demi mengikuti hawa nafsu mereka
Ajaran SEMUA SAHABAT ADiL dan PAHAM JAMAAH adalah buah karya rekayasa Mu’awiyah dan para raja raja zalim dengan target antara lain :
- Sebagai pembenaran bagi Mu’awiyah dan para pengikutnya
- Sebagai pembenaran bagi 3 khalifah yang merampas hak Ali
- Sebagai tameng untuk melawan hardikan , kritikan dan hinaan kepada Mu’awiyah, Amru bin Ash, Marwan bin Hakam dll loyalis diktator
.
Agama Muhammad bin abdullah telah dikotorkan sehingga umat sunni sesat
  • Para gadis ukhti, syi’ah bukan pencela sahabat
  • Mayoritas sahabat yang wafat secara alamiah dan mati syahid semasa hidup Nabi SAW dipuji Syi’ah dan dipuji Al Quran
  • *
Mu’awiyah Adalah Pencetus Islam Umawy
ciri yang sangat menonjol dari islam Umawy di samping kekakuan sikap dan kesembronoannya dalam menvonis kafir setiap yang berbeda dengan mereka dan tentunya yang paling special dari mereka adalah sikap kebencian yang mendalam kepada Ahlulbait as. dan kurangnya penghormatan kepada Nabi Muhammad Saw.
Tidak diragukan lagi bahwa Mu’awiyah adalah ‘Putra Harapan Kaum Kafir Quraisy’ yang diharap mampu menjayakan proyek para pembesar kafir Quriasy yang bertekuk lutut di hadapan kejayaan Islam, puncaknya dengan ditaklukkannya kota Mekkah
.
Abu Sufyan berusaha meraih kembali kejayaan palsu kemusyrikan kaum Musyrik Quraisy melalui putra kebanggaannya, Mu’awiyah. Setelah berhasil merebut kekhalifahan, Mu’awiyah segera menjalankan agenda besarnya; memerangi Islam yang dibawa dan diperjuangkan Nabi bersama para sahabat mulianya
.
Namun kali ini, ia tidak menggunakan cara-cara klasik para moyangnya. Ia menjalankan peperangan ini dengan cerdas, halus, berlahan namun pasti dan tidak lupa, ia perangi Islam Rasulullah Saw. dengan menggunakan nama Islam itu sendiri sebagai senjata, tentunya setelah membodohi banyak kalangan dengan tipu muslihat dan makar jahatnya!
Mu’awiyah Menghancurkan Wibawa Nabi Saw. dan Kenabian!
Tidaklah akan ada gunanya rasanya apabila kekuasaan yang telah ia rebut dengan makar dantipu muslihat, dan ia pertahankan tangan besi dari umat Islam itu tidak ia jadikan senjata ampuh untuk menghancurkan Islam yang sejak dahulu ia perangi ‘mati-matian’ bersama ayah-ibunya, paman-pamannya dan kakek-kakeknya dan yang untuknya keluarga besanya telah kehilangan banyak anggota keluarga dan kerabat kesayangan mereka, selain tentunya harta yang tidak sedikit!
.
Karenanya, agenda besar islam Umawy adalah bagaimana Islam sejati yang dibawa Rasulullah Muhammad Saw dapat dimusnahkan dan diganti dengan islam versi Umayyah. Untuk itu semua, pertama-tama yang harus dilakukan adalah bagaimana kewibawaan Nabi Saw. dan kenabian harus segera diruntuhkan. Muhammad –dalam pandangan Mu’awiyah dan Bani Umayyah- jangan terlalu dijadikan nabi… ia harus jadi Muhammad biasa… Muhammad putra Abu Kabsyah! Bukan Muhammad yangWamâ yanthiqu ‘Anil hawâ in huwa illâ wahyun yûhâ/Tiada tiada ia berucap dari hawa nafsunya melainkan seluruh ucapannya dari wahyu dan berdasar bimbingan wahyu! Demikian pula, segala panji yang akan mengingatkan kita kepada Nabi Muhammad harus segera dimusnahkan… semua yang mewakili wajah cemerlang Nabi Saw. harus dicoreng dan dihinakan serta dikubur! Dan umat harus dibutakan terhadapnya…
.
Mesti harus dibina generasi yang hanya mengenal wajah islam Umawy yang mewakili satu-satunya Islam edisi resmi yang otentik… . Hindun sebagai wanita sucinya yang harus dikuduskan… Abu Sufyan sebagai Kekek kaum Muslimin dan Mu’awiyah, selain sebagai Khalifah resmi Rasulullah Saw. ia juga ‘Paman Kaum Muslimin/Khâlul Mu’minin’. Dan tentunya tidak ketinggalan bahwa Yazid adalah pewaris sejati tahta kenabian dan duta Tuhan di muka bumi-Nya!
Tidak sulit medapatkan bukti-bukti yang mendukung apa yang saya katakan di atas. Namun karena terbatasnya waktu dan ruang saya hanya akan cukupkan dengan menghadirkan beberapa bukti saja.
Bukti Pertama:
Zubair bin Bakkâr (dan yang perlu dicatat di sini bahwa ia tidak perlu diragukan keberpihakannya kepada islam Umawy, sehingga Anda tidak perlu meragukan penulikannya) dalam kitab al Muwaffaqiyyât-nya meriwayatkan, “Mathraf bin Mughîrah bin Syu’bah berkata, ‘Aku bersama ayahku masuk menjumpai Mu’awiyah. Dan ayahku biasa mendatangi Mu’awiyah dan berbincang-bincang lalu sepulangnya ia menceritakan kepada kami kehebatan akal dan ide-ide Mu’awiyah. Lalu pada suatu malam ayahku pulang dan ia menahan diri dari menyantap makan malamnya, aku menyaksikannya sedih. Aku menantinya. Aku mengira kesedihannya karena kami. Lalu aku berkata, ‘Wahai ayah! Mengapakah aku menyaksikanmu bersedih sepanjang malam? Maka ia menjawab, ‘Hai anakku! Aku baru saja datang dariseorang yang palibg kafir dan paling busuk’! Aku bertanya, ‘Apa itu?’ ia berkata, ‘Aku berkata kepada Mu’awiyah di saat aku berduaan dengannya, ‘Wahai Amirul Mukminin! Sesungguhnya engkau telah mencapai usia lanjut, andai engkau tanpakkan keadilan dan kamu berikan kebaikan. Andai engkau memerhatikan kondisi kerabatmu dari Bani Hasyim, engkau sambung tali rahim mereka. Demi Allah, tidak ada lagi pada mereka sesuatu yang perlu engkau takutkan. Hal itu akan membuat nama harum Anda menjadi langgeng dan pahala tetap untuk Anda. Maka ia berkata, ‘TIDAK! TIDAK! Sebutan apa yang aku harap dapat langgeng! Saudara dari suku Taim (Abu Bakar maksudnya) berkuasa lalu ia berbuat baik, lalu apa? Ia mati dan sebutannya pun juga mati bersamanya! Paling-paling orang-orang hanya menyebut-nyebut, ‘Abu Bakar! Abu Bakar! Saudara suku Adi (Umar maksudnya) berkuasa, lalu ia bersungguh-sungguh dalam berbuat baik, kemudian ia mati, maka mati pula sebutannya. Paling-paling orang-orang hanya menyebut-nyebut, Umar! Umar! SEMENTARA ITU ANAK PAK ABU KABSYAH NAMANYA DIPEKIKKAN SETIAP HARI LIMA KALI; “AKU BERSAKSI BAHWA MUHAMMAD ADALAH RASUL ALLAH”Amal dan sebutan apa yang akan langgeng! Celakalah engkau! Tidak! sehingga nama orang itu (Nabi Muhammad Saw maksudnya) dikubur dalam-dalam/ dafnan-dafnan![1]
.
Dalam kata-katanya yang penuh dengan luapan kekafiran itu ia menyebut Nabi Mulia saw. dengn sebutan putra Abu Kabsyah tentu dengan tujuan menghina, sebab kaum kafir Quraisy dahulu demikian memanggil Nabi Muhammad Saw. dengan maksud menghina. Abu Kabsyah adalah nama bapak asuh Nabi saw. saat kanak-kanak! Kata-kata itu sendiri dapat menjadi bukti betapa Mu’awiyah tidak kuasa menyembunyikan kekafirannya dan sekaligus kedengkiannya kepada Nabi Islam Muhammad Saw.
Bukti Kedua:
Ketika Mu’awiyah mendengar seorang muadzdzin mengumandangkan suara adzan, dan ia sampai pada pasal: Asyhadu anna Muhammad Rasulullah. Mu’awiyah berkata, ‘Untukmu ayahmu hai anak Abdullah! Engkau benar-benar berambisi besar.Engkau tidak puas sehingga engkau gandengkan namamu dengan nama Rabbul ‘Âlâmîn.[2]
Penyebutan nama Nabi Saw. dalam syahadatain baik dalam pasal adzan maupun selainnya adalah sepenuhnya berdasarkan wahyu. Kita kaum Muslimin meyakini bahwa beliau saw. adalah Nabi dan Utusan Allah, tiada berkata dan bertindak melainkan atas dasar bimbingan wahyu… akan tetapi mereka yang tidak mempercayai beliau sebagai Nabi dan Rasul Allah pasti akan memaknai apa yang dibawa Nabi Saw. sebagai buatan dan kepalsuan yang dibuat-buat oleh Muhammad Saw. Kenyataan ini telah ditegaskan dalam Al Qur’an. Kecuali apabila Mu’awiyah juga berani menuduh ayat tentangnya sebagai kepalsuan buatan Nabi Muhammad Saw.
Allah berfirman:

َ لَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ (*) وَ وَضَعْنا عَنْكَ وِزْرَكَ (*) الَّذي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ (*) وَ رَفَعْنا لَكَ ذِكْرَكَ (*) فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً (*) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً (*) فَإِذا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (*) وَ إِلى‏ رَبِّكَ فَارْغَبْ (*)

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu.* Dan Kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu,* Yang  memberatkan punggungmu.* Dan Kami tinggikan bagimu sebutan ( nama ) mu.* Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,* sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.* Maka apabila kamu telah selesai ( dari sesuatu urusan ), kerjakanlah dengan sungguh- sungguh ( urusan ) yang lain,* Dan  hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”(QS asy Syarh [94];1-8(
Imam asy Syafi’i meriwayatkan  tafsir ayat kelima di atas dari Mujahid, ia berkata: “Tiada Aku (Allah) disebut melainkan engkau juga disebut bersamaku, “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah.
Bukti Ketiga:
Dalam kitab al Mu’ammarîn karya Abu Hâtim as Sijistâni, “Pada suatu hari Mu’awiyah bertanya kepada Amad bin Abad al Hadhrami (seorang yang berusia panjang), ‘Apakah engkau pernah menyaksikan Hasyim (kekek ayah Nabi saw.)? ia menjawab, ‘Ya. Pernah. Ia seorang yang tinggi gagah dan tanpan …’ Mu’awiyah melanjutkan, ‘Apakah engkau pernah melihat Muhammad?’ Amad bertanya balik, ‘Muhammad siapa?’ Mu’awiyah menjawab, ‘Rasul Allah.’ Amad menjawab, ‘Mengapakah engkau tidak mengagungkannya sebagaimana Allah mengagungkannya, mengapakah kamu tidak menggelarinya dengan Rasulullah?![3]
Bukti Keempat:
Mu’awiyah Bangga Dipanggil Sebagai Rasulullah!
Imam ath Thabari dalam kitab Târîkh-nya meriwayatkan bahwa ketika ‘Amr bin Âsh mendelegasikan serombongan penduduk Mesir untuk menemui Mu’awiyah di istananya, ia berpesan agar mereka tidak memanggil Mu’awiyah dengan gelar Amirul Mukminin, ‘Amr bin Âsh berkata, ‘Perhatikan! Jika kalian masuk menemui putra Hindun maka hendaknya kalian tidak mengucapkan salam dengan mengatakan ‘Assalamu alaikum wahai Khalifah. Karena yang demikian membuat kalian lebih dihargai oleh Mu’awiyah. Dan hinakan dia sebisa kalian. Mu’awiyah sepertinya telah merasakan adanya makar jahat ‘Amr bin Âsh. Ia berkata kepada penjaga istana, ‘Sepertinya aku telah mengetahui bahwa putra Nâbighah (nama ibu ‘Amr bin Âsh yang juga dikenal selabagi pelacur murahan_pen) hendak menghinakan kedudukanku di hadapan mereka. Kerenanya, perhatikan jika delegasi itu datang, tahan mereka di luar dengan cara hina sehingga setiap dari mereka hanya akan memikirkan keselamat dirinya sendiri. Setelah mereka dipersilahkan masuk, orang yang pertama kali masuk adalah seorang dari penduduk Mesir bernama Ibnu Khayyâth, ia ketakutan sampai-sampai ia terputus-putus bicaranya, lalu ia berkata, “SALAM ATASMU WAHAI RASULULLAH. Kemudian yang lainnya pun mengikuti dengan menggelari Mu’awiyah dengan gelar Rasulullah! Dan Mu’awiyah pun tidak menghardik atau menyalahkan mereka karena hal itu![4]
Mu’awiyah Mengolok-olok Syariat Rasulullah Saw.
Adapun sikap pelecehan dan menghina terhadap syari’at Nabi Muhammad Saw. yang ditanpakkan terang-terangan oleh Mu’awiyah maka bukanlah hal samar…. Mengakui Ziyâd yang lahir dari pasangan suami istri yang sah sebagai anak Abu Sufyan sebab ibu Ziyad yang bernama Sumayyah telah melacur dengan Abu Sufyan (yang memang sangat dikenal suka berzina)… maka Mu’awiyah mengakuinya sebagai Ziyad bin Abu Sufyan setelah sebelumnya disebut Ziyad bin Abihi (Ziyad putra ayahnya) adalah satu dari puluhan jika bukan ratusan contoh kasus pelecehan terhadap Syari’at dan bukan hanya sekedar pelanggaran hukum semata! Sehingga rasanya, untuk sementara waktu tidak perlu saya berlama-lama menyita waktu pembaca terhormat dengan menyebutnya satu persatu. Mungkin dalam kesempatan lain kami akan menyajikannya untuk para pembaca.
Mu’awiyah Sukses Membangun Jaringan Fron Pembela Bani Umayyah.
Dan sebagai bukti keberhasilan Mu’awiyah dalam kejahatannya merusak kesadaran kaum Muslimin, ia mampu menciptakan di setiap zaman kelompok yang getol membela bani Umayyah dan mengecam siapapun yang berani membongkar kejahatan Mu’awiyah dan Bani Umayyah dengan menuduhnya sebagai Syi’ah! Pembenci Salaf Shaleh! Zindiq dll. Kenyataan ini akan Anda ketahui buktinya segera setelah artikel ini diterbitkan… Anda akan menyaksikan bagaimana mereka akan menvonis kami sebagai Syi’ah Rafidhah yang Zindiq! Sebab dalam kamus islam Umawy, wajib hukumnya bahkan mungkin termasuk rukun iman terselubung mengagungkan Mu’awiyah. Maka barang siapa yang membongkar kejahatan Mu’awiyah dan Bani Umayyah maka ia zindiq/bukan Muslim!


[1] Al Akhbâr al Muwaffaqiyyât:576-577, Murûj adz Dzahab; al Ms’ûdi,4/41 dan an Nashâih al Kâfiyah; Sayyid Habib Muhammad bin Aqil bin Abdullah bin Umar bin Yahya Al Alawi al Hadhrami asy Syafi’i:93. Setelahnya al Habib Muhammad bin Aqil menyebutkan bahwa Zubair bin Bakkâr adalah Qadhi kota suci Mekkah, seorang yang sangat masyhur di kalangan para Muhadditsin dan parawi hadis shahih. Dan ia tidak tertuduh menjelek-jelekkan keutamaan dan keadilan Mu’awiyah sebab ia tergolong dari pembela Mu’wiyah. Dan seperti Anda ketahui bahwa di antara keluarga Zubairiyyin banyak yang menyimpang dari Ali (karramallahu wajhahu).
[2] Syarah Ibn Abil Hadîd al Mu’tazili,10/101. Para tokoh Islam Umawy selalu menuduh siapapun yang tidak berpihak kepada Mu’wiyah sebagai Syi’ah Rafidhah tidak terkecuali Imam Ibnu Abil Hadîd, Imam al Hâkim, Imam ath Thabari, Imam Syafi’i dll. Seperti dapat dibuktikan!
[3] An Nashâih al Kâfiyah:95.
[4] Kisah lebih lanjut dapat Anda baca langsung dalam Târîkh ath Thabari. Baca juga an Nashâih al Kâfiyah:94.
Dr. MM. AZAMi  Gagal Total Karena Tidak Mengaitkan kekejaman penguasa terhadap pembukuan matan hadis sunni..
Pembukuan hadis sunni tidak lepas dari tangan tangan jahat penguasa yang mengutak atik agama
.
Di antara permasalahan-permasalahan yang menghilangkan kredibiltas (tsiqâh)   Shahîh Bukhari adalah pemotongan beberapa hadis dan menghilangkan beberapa bagian darinya
.
Bisa saja  tindakan kriminal ini muncul karena tekanan politik yang dialami oleh Bukhari dan kungkungan rasa fanatisme (yang nampak) ketika melakukanpembredelan terhadap tanda-tanda kebenaran, juga saat pemikiran-pemikiran dan pengetahuannya tidaklah lagi berpengaruh
.
Kita bisa melihat saat ia mengemukakan hadis berkaitan dengan keutamaan ‘Alî -semoga Allah mensucikan wajahnya- atau berkaitan dengan keilmuan salah seolangkhalifah ia pasti melakukan pengguntingan terhadap hadis tersebut atau juga dengan membuang bagian tengah dan akhirnya. Terkadang ia juga merahasiakan sebuah keutamaan dengan menggugurkan sebuah hadis secara total atau melakukan distorsi. Itulah yang dalam ilmu hadis disebut dengan penipuan (tadlîs) yang berarti pengkhianatan terhadap kebenaran sebuah hadis.
Hal ini diperkuat dengan bahwa Bukhari dalam melakukan penulisan kitab Shahihnya tidak memakai setandar yang biasa dipakai oleh orang yang berstatus sebagai penafsir, sejarahwan dah ahli hadis, bahkan ia melakukannya dengan sekehendak kecendrungan dan pikiran-pikirannya, dan membuang bagian hadis yang tidak sesuai dengan keinginannya
.
Upaya yang bisa disebut penipuan ini dianggap sebagai kez’alîman terbesar pata ahli hadis (muhadits) terhadap kebenaran sebuah hadis karena ia dianggap sebagai pemutar balîkkan fakta-fakta dan penyelewengan terhadap realîtas sebenarnya serta penyesatan terhadap pandangan umum. Apa yang dilakukan Bukhari ini menunjukkan re’Alîtas yang sebenarnya bahwa ada sebagian besar hadis-hadis shahih yang ia menghindari menuliskan dalam kitabnya. Dengan metode seperti ini, maka menjadi kaburlah sebagian besar kebenaran
.
Berikut ini beberapa contoh praktik pemotongan dan pembuangan hadis :
1.   Hukum mandi besar (janabah)
“Dari Syu`bah ia berkata, “Hakam berkata kepadaku dari Dzar dari Sa`id bin Abdurrahman bin Abzi dari ayahnya, ‘Seseorang telah datang kepada ‘Umar dan berkata, ‘Saya telah berjunub dan tidak mendapatkan air,’
.
Umar berkata, ‘Anda jangan salat.’
Ammar berkata, ‘Apakah anda ingat wahai Amir al-Mukminin ketika saya dan anda dalam sebuah peperangan (sariyyah) kita berjunub dan tidak mendapatkan air, anda tidak salat sementara saya berguling dalam pasir lalu aku salat, maka Nabi saw bersabda, ‘Sebenarnya cukup bagi Anda dengan menepukkan tanah oleh kedua tanganmu, lalu tiup dan usapkan kepada wajah dan kedua telapak tangan anda?’
‘Umar berkata, ‘Bertaqwalah kepada Allah wahai Ammar.’
.
Ammar berkata, ‘Kalau anda menghendaki saya tidak akan katakan itu.”[1]
Tidak diragukan lagi bahwa keputusan khalifah yang menyatakan bahwa tidak ada salat ini bertentangan dengan nash al-Qur`an dan ajaran-ajaran Nabi dan menunjukkan tidak adanya keramah tamahan dan pengertian khalifah atau ia tidak mengetahui hukum seperti ini yang mengharuskan untuk mengusap
.
Sekarang kita  lihat apa yang dilakukan Bukhari terhadap hadis ini:
“Adam berkata kepada kami, berkata kepada kami Hakam dari Dzar dari Sa`id bin Abdurrahman bin Abzi dari ayahnya, ‘Seseorang telah datang kepada ‘Umar bin Khattab dan berkata, ‘Sesungguhnya saya berjanabah dan saya tidak menemukan air.’
Maka Ammar bin bin Yasar berkata kepada ‘Umar bin Khattab, ‘Tidakkah kau ingat dalam sebuah perjalanan saya dan anda berjanabah. Adapun anda tidaklah salat sedangkan saya berguling-guling lalu salat. Kemudian saya ceritakan kepada Nabi saw dan beliau bersabda, ‘Sesungguhnya cukuplah bagi anda (seperti) ini: Nabi menepukkan kedua tangannaya kepada tanah, beliau meniup keduanya dan kemudian mengusapkan keduanya kepada wajah dan kedua telapak tangannya.’”[2]
Dapat dilihat kedua hadis ini tidaklah berbeda dari sisi sanad dan matannya selaintidak adanya kata ‘Anda jangan salat’ (lâ tushalli) dalam riwayat Bukhari dan terdapat kata tersebut dalam riwayat Muslim
.
2. Hadis rajam terhadap Wanita Gila Pezina
Abu Daud dalam sunannya meriwayatkan hadis berikut ini, “Dari Ibn Abbas ia berkata, ‘‘Umar didatangi seorang wanita gila yang telah berzina, maka ‘Umar meminta pendapat tentangnya pada orang-orang dan kemudian memerintahkan untuk merajamnya. Tiba-tiba lewatlah ‘‘Alî bin Abî Thâlib ra dan beliau berkata, ‘Apa masalahnya?’
.
Mereka menjawab, ‘Seorang perempuan gila dari Bani pulan telah berzina dan ‘Umar memerintahkan agar merajamnya
.
Beliau berkata, ‘Kembalikan dia,’ Lalu beliau mendatanginya (‘Umar) dan berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, tidakkah kau tahu bahwa qalam akan diangkat dari tiga hal; seorang gila sampai ia sadar, seorang yang tidur sampai ia terjaga, dan seorang anak kecil sampai ia berakal?
.
Ia menjawab, ‘Ya.’
Beliau bertanya (lagi), ‘Kenapa gerangan wanita ini dirajam? Bebaskanlah ia.’
Ia menjawab’ ‘Aku bebaskan ia,’ kemudian ia pun bertakbir”[3]
.
Kita lihat apa yang  Bukhari kutip dari  hadis ini ia tidak bisa menguasai kecendrungan rasa fanatisnya kepada khalifah dengan berusaha menunjukkan tidak adanya kesan kelalaian khalifah dalam hukum ini dan tidak ada bersedia menampakkan keutamaan kepada ‘Alî saat memberikan hukum yang berbeda dengan para shahabat, berdasarkan hukum syar`i Tuhan dalam kejadian ini. Anda melihat pada permulaan hadis juga sanadnya ia sengaja membuangnya dan hanya cukup dengan menyebutkan bagian akhirnya saja
.
Mari kita lihat;
Dan ‘Alî berkata kepada ‘Umar, “Tidakkah anda tahu bahwa qalam telah diangkat dari seorang gila sampai ia sadar, dari seorang anak kecil sampai ia mengerti, dan dari seorang yang tidur sampai ia terjaga?”[4]
.
Hadis Batasan Minum Khamr
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Dari Ibn Malik, Nabi saw telah didatangi seseorang yang telah minum khamr, maka beliau memecutnya dengan dua pelepah kurma sekitar 40 kali.’  Ia berkata, ‘Dan Abu bakar melakukannya, ketika ‘Umar, ia meminta pendapat orang-orang dan Abdurrahman bin Auf berkata, ‘Ringankan batasannya menjadi 80 kali, maka ‘Umar memerintahkan dengan –jumlah- itu.’”[5][6]
.
Dan inilah riwayat versi Al-Bukhari :
“Dari Anas bin Malik bahwa Nabi saw memukul seorang peminum khamr dengan pelapah kurma dan sandal dan Abu Bakar menjilid empat puluh kali”[7]
 Di sini kita menjadi bertanya-tanya, bagaimana mungkin seseorang yang yang memangku jabatan sebagai seorang khalifah dan bersandar kepada Rasulullah masih berkompromi dengan sahabatnya dalam sebuah hukum yang telah berlaku lama? Bagaimana mungkin seseorang yang menganggap dirinya sebagai khalifah kaum muslimin masih membutuhkan pengetahuan hukum tertentu, merujuk kembali kepada salah seorang sahabat? Bagaimana ia bisa lalai dan lupa dengan hukum semacam ini? Apakah transaksi di pasar-pasar telah melalaikannya dari itu?!
.
Ala kulli hal, hadis ini -sebagaimana hadis sebelumnya- Bukhari sendiri tidaklah tertarik dan bertentangan dengan perasaan halus dan kecendrungannya untuk tidak menyentuh posisi khilafah dengan sesuatu apapun. Ia cepat-cepat membidik bagian awal hadis tersebut yang menunjukkan pada sebuah putusan hukum Rasulullah sebagai penguat, yang diikuti Abu bakar dan lalu menlestarikannya. Ia langsung menuju pada bagian akhir yang menunjukkan ijtihad dan musyawarahnya ‘Umar dengan para sahabatnya, kemudian ia pun membuangnya
.
4. Hadis Pertanyaan Tentang Rumput(Al-Abb)    
Bukhari mengutip dalam shahihnya hadis berikut ini, “Dari Tsabit dari Anas, ia berkata, ‘Kami sedang bersama ‘Umar dan ia berkata, ‘Kami melarang dari memaksakan diri (takalluf)”[8]
.
Bukhari meriwayatkan dengan bentuk seperti ini, ia adalah saksi hidup dan dalil yang jelas atas terjadinya takhrif dan pemotongan di dalamnya, karena rendahnya perhatian dan penelitian terhadap nash hadis tersebut mengesankan bahwa kalimat-kalimat ini tidak konsisten maknanya dan ia membutuhkan kalimat-kalimat lain yang tidak disebutkan. Ringkasnya, hilangnya beberapa kalimat dari sebuah hadis menunjukkan seseorang yang memiliki intuisi sastra dan balaghah yang rendah
.
Sebenarnya terdapat pula para ulama dan ahli hadis yang tidak fanatis ekstrem sebagaimana terjadi pada Bukhari dan mereka menyampaikan hadis secara sempurna.Ibn Hajar pernah mengatakan dalam kitab Syarah Shahîh al-Bukhârî-nya seperti ini, “Sesungguhnya seseorang bertanya kepada ‘Umar tentang firman-Nya,Wa Fâqihataw Wa abba, apakah al-Abb itu?’
.
‘Umar menjawab, ‘Kami melarang dari sikap menyusahkan diri dan kepura-puraan’” (maksudnya ia tidak megetahui maksudnya, pent.)
Ibn Hajar berkata, “Hadis itu juga ada dalam jalur riwayat lain dari Tsabit, dari Anas bahwa ‘Umar membaca Fâqihataw wa Abba.’
Ia pun berkata, ‘Apakah al-Abb itu?’
.
 Kemudian ia berkata lagi, ‘Kami tidak memaksa (Mâ kallafnâ).’
Dalam redaksi lain, ‘Kami tidak memerintahkan ini’ (Mâ amarna bihadzâ).’”
Redaksi hadis ini lebih baik dan sempurna dibanding hadis yang dikeluarkan oleh Bukhari. Hadis ini menurut Ibn Hajar telah diriwayatkan melalui banyak jalur.[9]
.
Telah dijelaskan kepada Anda lewat komentar Ibn Hajar, juga lewat perbandingan antara hadis Bukhari dengan hadis Fath al-Bârî bahwa hadis ini sebagaimana puluhan hadis lainnya yang sebenarnya tidak sejalan dengan keyakinan-keyakinan Bukhari, yaitu pandangan sucinya terhadap posisi khilafah. Ia melihat bahwa cara terbaik adalah dengan membuang bagian awal hadis dan menghilangkan kalimat-kalimat penting dan pokok di dalamnya agar dianggap sebagai sebuah pengkhidmatan besar terhadap mazhabnya
.
Oleh karenanya, apabila seseorang membaca kalimat-kalimat hadis tersebut secara sempurna dan tanpa tendensi apapun, maka akan terlintaslah dibenaknya pertanyaan berikut ini: Apabila pertanyaan tentang makna katak-kata dalam al-Quran dianggap sebagai pemaksaan diri (takalluf) maka pada topik manakah dalam al-Quran yang boleh ditanyakan? Di manakah keutamaan-keutamaan berkaitan dengan ilmu dan belajar mencari ilmu?
.
Kemudian coba kita pikir, bagaimana mungkin sosok manusia seperti ini, yang tidak mengerti walau satu makna kata dalam al-Quran, padahal telah dijelaskan sendiri oleh al-Quran diakhir ayat tersebut,[10] kok bisa menjadi penguasa dan duduk di kursi khilafah?
.
Bagaimanakah perasaan seorang penanya ini setelah mendengarkan jawaban ‘Umar mengingat ia sebagai khalifah kaum muslimin dan penguasa tertinggi daulah Islamiyah?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang memaksa Bukhari menempuh cara itu dengan hadis- hadis yang telah ia buat dan mengutipnya dengan bentuk yang didistrosi dan berubah
Hadis ini, dengan segala macam perbedaan dalam redaksinya, telah dikutip oleh para mufassir terkenal; Suyûthi, Ibn Katsîr, Zamakhsyarî, Khâzin, Baghawî, dan Hâkim dalam Mustadrak-nya tentang tafsir surat `Abbasa. Dan juga pada syarah-syarah kitab Bukhari dan Muslim; `Ainî,[11] Qasthalanî.[12] Dan para ahli bahasa; Ibn Katsîr dalam An-Nihayah-nya [13]. Kita akan membahas lagi hadis-hadis ini secara lebih mendalam, terperinci, dan lebih tajam lagi pada bab khilafah nanti
.
Antara Usamah dan ‘Utsmân.
 Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya,”Dari Syaqiq bin Usamah bin Zaid, ia berkata, ‘Tidakkah kau menemui ‘Utsmân dan berbicara denganya?’
Ia menjawab, ‘Tidakkah kau melihat aku berkata kepadanya; tidakkah aku memperdengarkan kepada kalian. Demi Allah aku telah berkata tentang problem di antara aku dan dia, tanpa aku membuka permasalahan yang aku tidak suka menjadi orang pertama yang membuka permasalahan tersebut dan aku tidak berkata kepada siapapun bahwa ‘Alî sebagai Amir (pemimpin), karena ia merupakan orang terbaik setelah aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Seseorang akan didatangkan pada hari kiamat, ia dilemparkan ke neraka dan keluarlah seluruh isi perutnya, ia berputar-putar isi perutnya bagaikan keledai. Maka berkumpullah penghuni neraka dan mereka bertanya, ‘Wahai fulan, kenapa gerangan anda, tidakkah anda tidak melaksanakan amar ma`ruf dan mencegar yang munkar?’ Ia menjawab, ‘Ya, aku telah menyuruh pada yang ma`ruf tanpa aku sendiri melakukannya, dan mencegah kemunkaran tapi aku juga melakukannya.’” [14]
           Hadis ini menjelaskan sebuah kritik pedas yang dialamatkan oleh ‘‘Usamah bin Zaid kepada ‘Utsmân. ‘Usamah adalah sosok Muslim shalih yang pernah diserahi bendera perang oleh Rasulullah untuk memimpin tentara Islam dan dijadikan sebagai panglima umum. Beliau SAWW saw dalam sabda terkenalnya,“Allah pasti melaknat orang yang berpaling dari tentara ‘Usamah.”
.
Dengan bersandar pada hadis Nabi ini ‘Usamah mengarahkannya kepada ‘Utsmân dan ia melihat bahwa dia adalah obyek dari hadis Rasulullah saw, “Maka keluarlah seluruh isi perutnya dan berputar-putar dengannya (isi perutnya) bagaikan berputarnya keledai.”
.
Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur dan dua sanad dan dalam keduanya terdapat nama ‘Utsmân sebagai obyeknya.
Adapun Bukhari ketika mengeluarkan hadis ini, ia menyebutkan dua obyek berbeda dengan sedikit tambahan dalam kata-katanya. Agar hadis tersebut memberikan sesuatu lain yang bukan sasaran sebenarnya sebagai dalam rangka pengkultusan sembarangan terhadap jabatan khilafah, juga untuk menghindarkan kritik dan celaan yang dialamatkan kepada khalifah. Kita dapat melihat dalam dua redaksi tersebut, dengan menggunakan metode-metode cerdas dan provokatif, ia mengganti nama ‘Utsmân, dalam salah satu hadis tersebut, dengan kata ganti (isim isyârah). Ia berkata, “Dikatakan kepada ‘Usamah tidakkah kau berkata ini… ,“ dan dalam redaksi lain menggunakan kata ‘Fulan’ sebagai pengganti kata ‘Utsmân. Ia berkata, ‘Dikatakan kepada ‘Usamah kalau kamu telah mendatangi fulan dan berkata kepadanya….”[15]
.
Dan yang jelas, pengkhianatan-pengkhiananan Bukhari ini, juga kontribusi buruknya melalui hadis asli tapi palsu (aspal) dalam usahanya menjaga dan membela jabatan khalifah dengan menangkis setiap serangan apapun yang akan menyentuhnya, sehingga anda bisa melihatnya bersimpatik dan ngotot dalam hal ini sebagai pembelaan terhadap  kemaslahatan para khalifah!
.
Antara ‘Umar dan Samrah bin Jandab 
Muslim telah meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dan juga Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya sebagai berikut: Dari Amr bin Dinar ia berkata, ‘Thawus telah mengabariku bahwa ia mendengar Ibn Abbas berkata, ‘Disampaikan kepada ‘Umar bahwa Samrah (Salah seorang gubernur ‘Umar di Bashrah) telah menjual khamr, maka ia berkata, ‘Allah telah mengutuk Samrah, tidakkah dia tahu bahwa Rasulullah saw telah bersabda, Allah melaknat Yahudi. Lemak-lemak telah diharamkan kepada mereka, tetapi mereka membawa dan menjualnya.”[16]
.
Adapun Bukhari menggambarkan Samrah –termasuk nama yang bersih yang terdapat dua kali dalam periwayatan Muslim -dengan ungkapan kata ‘Fulan’. Lihatlah:“….’Umar telah mengatakan bahwa si Fulan menjual khamr, maka ia berkata, ‘Allah melaknat si Fulan. Tidakkah Ia tahu…”[17]
.
Banyak sekali kitab-kitab syarah Shahîh al-Bukhârî yang menjelaskannya termasuk Nawawi dalam syarah-syarah mereka terhadap hadis ini tentang pengkhianatan Bukhari ini, dan poin penting ini tidak banyak diketahui.
.
Sumber :
[1] Shahìh Muslim, juz.1, Bab Tayammum
[2] Shahîh Bukhârî, juz.1, Kitab at-Tayammum
[3] Sunan Abî Dâwud, juz.2, hal., 402; Sunan Ibn Mâjah, juz.2, hal., 227
[4] Shahîh al-Bukhârî, juz.8, kitab al-Maharibain, Bab Tidak Dirajamnya Seorang Wanita Atau Laki-Laki Gila Berzina (Layarjumul majnun wal majnunah)
[5]  Dalam masalah ini kami bersandar pada pandangan Ahli Sunah sendiri dengan merujuk pada sumber-sumber mereka, dan ia tidak mencerminkan pandangan Syi`ah dalam topik ini.
[6] Shahîh Muslim, juz.5, kitab al-Hudûd, bab Hukum Bagi Peminum Khamr
[7] Shahîh al-Bukhârî, juz.8, kitab al-Hudûd, Bab Apa Yang Terjad Pada Pemuklulan Peminum Khamar
[8] Shahîh al-Bukhârî, juz 9, kitab al-I`tishâm, Bab Yang Dibenci Dari Banyak Bertanya dan Berpura-Pura Atas Sesuatu Yang Tak Diketahui (Mâ Yukrahu Min Kastratis Su`al wa Takalluf Mâ laa Ya`nîh)
[9] Fath al-Bârî, juz 18, hal., 31.
[10] Terdapat pula dalam kitab Buhus Fî al-Quran al-Karîm sebagai berikut: Telah datang seseorang kepada sahabatku, ia bertanya tentang makna kata al Abb yang terdapat dalam ayat mulia Wa fâqihataw wa abba, yang ia tidak mengetahuinya. Tiba-tiba datanglah ‘Alî as dan berkata, ‘Sesungguhnya makna kata itu terdapat dalam ayat itu sendiri karena Allah Swt berfirman, wa fâqihataw wa abba Matâ`an lakum waiî’an`âmikum, maka al-âaqihah adalah untuk kalian (lakum) dan al-abb untuk ternak k’alian  (an`âmikum).   Buhûts Fî al-Qur`an al-Karîm, karya `Allamah Sayyed Taqi al-Madrisi, hal. 40; al-abb adalah rumput yang dimakan oleh binatang ternak. -Edisi Arab-
[11] `Umdat al-Qârî, juz.25, hal., 35.
[12] Irsyâd as-Sârî, juz 10, hal., 311.
[13] Kata: abb
[14] Shahîh Muslim, juz 8, kitab Zuhd Wa ar-Raqâiq, Bab Hukuman Bagi Orang Yang Memerintahkan Yang Ma’ruf Tapi (ia sendiri) Tidak Melaksanakannya dan Melarang Kemunkaran, Tapi Ia Melakukannya
[15] Shahîh al-Bukhârî, juz 4, kitab Bidu al-Khalq, bab Shifat an-Nar dan juz 9, kitab al-Fitan, Bab Fitnah Yang Bergelora Sperti Gelombang Di Lautan
[16] Shahîh Muslim, juz.5, kitab Penjualan, Bab Pengharaman Khamr Dan Penjualan KHamr serta Bangkai. Juga Musnad Ahmad bin Hambal, Bab Masânid ‘Umar bin Khattab, juz1, hal., 25
[17] Silahkan lihat Shahîh al-Bukhârî, juz.3, kitab Penjualan, Bab Tidak Diperbolehkan Memperoleh Saham Mayit dan Menjualnya (Lâ Yûdzâbu Syahm
Jangan biarkan judul ini menakutkan kamu,
wahai pembaca, karena kamu, dengan rahmat Allah, sedang berjalan diatas jalan yang lurus supaya kamu akhirnya akan sampai kepada apa yang di ridhai Allah [awj]. Jangan biarkan setan membisikkan, ataupunkesombongan kamu, atau apapun kefanatikan tercela menguasai kamu atau mengalihkan kamu dari sampai kepada tujuan yang di idamkan, hak kamu yang hilang, didalam ‘Taman yang tiada kesudahan.’
.
Sebagaimana yang telah kami nyatakan, mereka yang mengelarkan diri mereka ‘ahl al-sunna wal-jamaah’ adalah mereka yang percaya didalam sahnya Khalifah rashidin yang empat, umumnya Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali as. Ini telah diketahui oleh semua orang dizaman kita ini. Tetapi fakta yang menyedihkan adalah bahwa Ali bin Abu Thalib as.  awalnya tidak terdaftar oleh ahl al-sunna Wal-jamaah diantara khalifah rashidin,  bahkan mereka tidak mengakui sahnya posisi beliau sebagai khalifah; dan  namanya baru  ditambahkan ke daftar setelah sebegitu lama terlewat didalam sejarah: didalam tahun 230 H bersamaan 844 M, semasa  hidupnya Imam Ahmad bin Hanbal
.
Dan bagi para sahabat yang bukan Shi’ah, begitu juga para Khalifah, raja-raja, dan putra-putra merka yang memerintah kaum Muslim sejak dari masa Abu Bakr dan hingga pemerintahan Khalifah Abbasiah Muhammad ibn al-Rasheed al-Mu’tasim, mereka tidak mengakui Ali bin Abu Thalib sebagai Khalifah langsung. Lebih-lebih lagi, sebagian dari mereka mengutuk, dan menganggap dia sebagaibukan Muslim; jika tidak bagaimana mereka membantu mengutuknya dari mimbar mereka?!
.
Kita telah ketahui bagaimana Abu Bakr dan Umar melayani dia dengan mengabaikan dan mengasingnya dari pemerintah mereka, kemudianUtsman datang sesudah mereka untuk bertindak lebih jauh lagi didalammenunjukkan kebencian [Utsman] terhadap Ali, melebihi dari kedua sahabatnya yang terdahulu, merendahkannya sehingga suatu ketika dia mengancam untuk mengusir beliau sebagaimana Utsman mengusir Abu Dharr al-Ghifari
.
Ketika Muawiyah menjadi pemerintah, dia telah melampaui batas didalam mengutuk beliau dan memerintah manusia untuk melakukannya juga
.
.
Pemerintah Umayah, semuanya bekerja dengan serius disetiap kota dan kampong dalam melaksanakannya [mengutuk Imam Ali] pada jangka waktu yang lama yaitu delapan puluh tahun [1] Sebenarnya, kutukan, tuduhan dan penyisihan dari beliau dan pengikutnya, tidak terhenti sampai disitu, malah lebih lagi. Khalifah Abbasiah al-Mutawakkil,misalnya,oleh karena sangat bencinya terhadap Ali, telah menajiskan, dan merusakkan pusara beliau dan juga pusara anak beliau Imam Husayn ibn Ali pada tahun 240 H / 854 M
.
Al-Waleed bin Abdul-Malik adalah Khalifah  saat itu, memberi khutbah Jumat yang mana dia berkata: ‘Bahwa hadits yang mengatakan bahwa rasul Allah pernah berkata kepada Ali sebagai:’ Kedudukan kamu kamu adalah seumpama Harun kepada Musa ‘telah diubah ke: ‘Kedudukanmu   kepada saya adalah se umpama Qarun kepada Musa’ karena itu para pendengar telah menjadi keliru. ‘[2]
.
Begitulah dendam pemerintah terhadap khalifah Allah.     Selama pemerintahan al-Mu’tasim, saat ada banyaknya peningkatan didalam jumlah mereka yang menjadi atheis, murtad dan pemalsu hadits, yang mendudukki ke posisi Khalifah ‘yang adil’, dan ketika manusia telah dialihkan pandangan mereka saat al-Mu’tasim oleh masalah sampingan , dan sebagai tambahan kepada dilemma [permasalahan] yang disebabkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan Qur’an itu kudus didalam keadaan sebelum kejadian …, manusia secara membuta tuli oleh kepercayaan raja mereka, percaya bahwa Qur’an itu ‘dijadikan’
.
Tetapi ketika Imam Ahmad menarik kembali teorinya mengenai Quran, karena khawatir kepada al-Mu’tasim, dia telah menjadi sesudah itu diantara ulama ‘hadits yang terkenal [3] ulung, seperti bintang yang bercahaya. Pada saat itulah diputuskan untuk menambah nama Ali bin Abu Thalib ke daftar Khalifah yang adil
.
Besar kemungkinan bahwa Imam Ahmad telah kagum dengan hadits-hadits yang sahih yang telah meninggikan kemuliaan Ali dan telah timbul pertentangan dengan kehendak pemerintah ketika itu, terutama sekali karena dialah orangnya yang telah berkata: ‘Tidak ada siapa diantara semua orang yang menerima hadits yang sebegitu banyakyang menyanjunginya sebagaimana Ali bin Abu Thalib. ‘Dikala itulah maka jumlah’ Khalifah yang adil ditambahkan menjadi empat, dan posisi Ali sebagai Khalifah dianggap sebagai sah setelah ditolak sebagai tidak sah
.
Buktinya:
Didalam Tabaqat, yang dianggap oleh ulama ‘Hambali sebagai rujukan utama mereka, Ibn Abu Ya’li menyatakan Wadeezah al-Himsisebagai berkata:
‘Saya menziarahi Imam Ahmad, setelah ditambahkan nama Ali [as] [4] kedalam daftar nama Khalifah yang tiga [Khalifah yang adil].Saya berkata kepadanya: ‘Wahai Abu Abdullah! Apa yang telah kamu lakukan adalah memperburuk kedua Thalhah dan al-Zubair! ‘Dia berkata:’ Janganlah membuat kenyataan yang jahil! Apa yang ada kena mengena dengan kita mengenai perang mereka, dan kenapa kamu menyebutnya sekarang? ‘Saya berkata:‘ Semoga Allah memimpin kepada kebenaran, kami menyatakannya setelah kamu menambahkan nama Ali dan memberi mandat kepadanya [dengan sanjungan] sebagai Khalifah sebagaimana yang telah dimandatkan kepada Imam-imam sebelumnya! ‘Dia berkata:’ Dan apa yang akan menahan saya mengerjakannya? “Saya berkata: ‘Satu hadits yang disampaikan oleh ibn Umar.’ Dia berkata kepada saya: ‘Umar ibn al-Khattab adalah lebih baik dari anaknya, karena dia menerima  Ali sebagai Khalifah atas Muslim dan mencantumkan beliau diantara mereka-mereka anggota syura, dan Ali merujuk dirinya sebagaiAmirul Mukminin; apakah saya yang akan mengatakan bahwa mereka yang beriman tidak Pemimpin?! ‘Maka saya pun pergi. [5]
.
Insiden ini menerangkan kepada kami fakta bahwa Ibn Abu Ya’li tersebut adalah Pemimpin ‘ahl al-sunna wal-jamaah’ dan juga juru bicara mereka, dan bahwa mereka menolak khalifahnya Ali karena apa yang Abdullah bin Umar, anggota faqih sunni, katakan yang al-Bukhari telah catat didalam sahihnya. Oleh karena mereka mengatakan bahwa sahih Bukhari adalah buku yang paling benar sesudah kitab Allah, adalah perlu bagi mereka untuk menolak khalifahnya Ali dan tidak menganggapnya
.
Kita telah membicarakan hadits tersebut didalam buku kami ‘Tanya Mereka Yang Mengerti’, dan tidak ada apa salahnya didalam menggulangi disini supaya semua dapat manfaatnya
.
Didalam sahihnya, al-Bukhari menyatakan dari Abdullah bin Umarberkata: ‘Selama hidup rasul Allah, kami menganggap Abu Bakr paling utama, kemudian Umar ibn al-Khattab, kemudian Utsman bin Affan, semoga Allah merasa senang dengan mereka”. [6]
.
Al-Bukhari menyatakan satu hadits lain yang disampaikan oleh ibn Umar yang lebih terang dari yang sebelumnya. Didalamnya Abdullah bin Umarberkata:
‘Sewaktu hidup rasul Allah, kami tidak menganggap orang yang melebihi dari Abu Bakr, kemudian Umar, kemudian Utsman, kemudian kami tinggalkan selebihnya dari para sahabat rasul tanpa memberikan prioritas diantara mereka. [7]
.
Untuk menyatakan dasar dari ‘hadits’ ini, yang mana rasul Allah tidak pernah memberi mandat atau mengesahkannya, tetapi tidak lain adalah satu dari buah pikiran Abdullah bin Umar dan dari pandangannya yang berpihak disebabkan kebencian dan dendamnya terhadap Aliyang telah diketahui umum, dengan inilah ‘ ahl al-sunna wal jamaah ‘telah mendirikan [mendasarkan] mazhab mereka untuk mengizinkan [memungkinkan] tindakkan mereka tidak mengakui khalifahnya Ali
.
Adalah melalui ‘hadits’ yang seperti ini, Bani Umayah telah memungkinkan mengutuk, menghina, mencela dan memperkecilkan Ali. Pemerintahan mereka semenjak dari Muawiya dan sampai ke Marwan bin Muhammad bin Marwan didalam tahun 132 AH memerintahkan untuk mengutuk Ali dari atas mimbar. Semua pendukung beliau [Imam Ali] atau yang tidak melaksanakan keji akan di bunuh. [8]
.
Kemudian pemerintah Abbasiah dimulai didalam tahun 132 AH / 750 AD dengan pemerintahan Abul-Abbas al-Saffah [yang mengalirkan darah], maka dari sinilah pemisahan didalam berbagai cara dengan Ali dan dari mereka Yeng terus mendukungnya berkelanjutan, dan cara-cara untuk memisahkan mereka berubah -ubah tergantung pada kondisi kebutuhan dan juga situasinya karena dinasti Abbasiah telah didirikan diatas kehancuran ahl al-bayt dan mereka yang mengikuti talinya
.
Beberapa pemerintah Abbasiah, jika kepentingan pemerintah mereka memerlukannya, tidak secara terang-terangan mengutuk Ali tetapi dengan secara rahasia telah melakukan lebih dari apa yang Umayah kerjakan.Mereka belajar dari pengalaman sejarah yang telah mengungkapkan penindasan yang telah dilakukan terhadap ahl al-bayt dan pengikut mereka: Penindasan yang semacam itu telah membuat manusia simpati terhadap mereka; makanya pemerintah Abbasiah dengan bijaknya coba untuk memalingkan keadaan agar memihak kepada mereka. Mereka coba mendampingi para Imam dari ahl al-bayt bukanlah karena cinta kepada mereka, atau mangakui telah merampas hak mereka, tetapi hanya untuk membendung manusia dari memberontak yang mana telah dimulai didaerah perbatasan dan telah mengancam pemerintah mereka. Inilah yang telah dilakukan oleh Al-Ma’mun anak Haroun al-Rasheed kepada Imam Ali Ibn Musa al-Rida
.
Tetapi ketika pemerintah mereka telah menguasai semuanya, dan kekacuan  internal dapat dibendung, mereka telah melampaui batas didalam mengutuk Imam-imam ini dan pengikut mereka sebagaimana Khalifah Abbasiah al-Mutawakkil kerjakan. Dia telah menjadi mashur dengan kebencian terhadap Ali dan kutukannya dan bahkan menajis dan merusakkan pusara beliau dan putranya al-Husayn
.
Disebabkan oleh fakta inilah maka kami katakan bahwa ‘ahl al-Sunnah wal-Jamaah’ enggan untuk mengakui sahnya posisi Ali sebagai Khalifah sehingga bertahun-tahun sesudah Imam Ahmad
.
Adalah benar bahwa Imam Ahmad adalah satu-satu orang yang mengutarakan hal ini, namun dia tidak dapat meyakinkan para-para ulama hadits, sebagaimana yang telah kami tunjukkan dengan menggunakan pandangan terhadap mereka yang mengikuti jejak langkah Abdullah bin Umar. Masa yang panjang diperlukan untuk menyakinkan manusia kepadanya dan untuk mereka menerima pandangan Imam Ahmad, suatu pandangan yang mungkin membawa orang-orang Hanbali ke mencari keadilan dan mendampingi ahl al-bayt. Ini membedakan mereka dari mazhab Sunni yang lain seperti Maliki, Hanafi dan Shafii yang berbeda-beda untuk mendapatkan dukungan. Mereka makanya tidak memiliki pilihan kecuali untuk menerima  pendapat itu
.
Dengan berlalunya waktu ahl al-Sunnah wal-Jamaah menjadi sebulat suara melaksanakan pandangan Imam Ahmad dan mereka setuju untuk menjadikan Ali Khalifah rashidin yang keempat, diperlukan bagi mereka yang beriman untuk menghormati beliau sebagaimana mereka menghormati yang bertiga itu
.
Tidakkah ini bukti yang besar bahwa ahl al-sunnah wal-Jamaah adalah Nasibi yang membenci Ali dan coba daya upaya untuk memperkecilkan dan tidak menghormatinya?
Kita harus menanyakan pertanyaan ini: ‘Apakah ini benar, sedangkan kita sekarang ini melihat ahl al-sunna wal-jamaah mencintai Imam Ali dan memohon kepada Allah untuk meridhai beliau?’     Kami katakan: ‘Ya, sesudah berlalunya waktu, dan wafatnya Imam-imam dari ahl al-bayt, pemerintah sudah bebas khawatir lagi, atau pun berhadapan dengan ancaman terhadap pemerintahan mereka, dan ketika lenyapnya kemuliaan Kerajaan Islam dan Mamlukes, Moguls dan Tartar mengambil kuasa atasnya, dan .
.
ketika keimanan makin berkurang dan banyak Muslim telah dialihkan ke seni, nyanyian, hiburan, pelanggaran, arak dan gundek ….
dan ketika satu generasi diganti dengan yang lain yang telah hilang shalatnya, mengikuti kehendak mereka yang rendah ….
Ketika yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar, ketika kerusakan merajalela didarat dan dilautan ….
.
Maka barulah dikala itu, hanya dikala itu saja Muslim memuji turunan mereka, menyanyikan pujian sanjungan mereka.
.
Maka dikala itu mereka menginginkan warisan sejarah yang silam, memanggilnya ‘zaman keemasan’.
Zaman yang terbaik dari sudut pandang mereka, zaman para sahabat yang mana telah menaklukkan tanah jajahan yang luas, mengembangkan kerajaan Islam di Timur dan Barat, mengalahkan Kaiser dan ceaser
.
Maka dikala itulah mereka mulai berdoa kepada Allah agar meridhai seluruhnya, termasuk Ali bin Abu Thalib, menjadi Khalifah yang diterima
.
Karena ahl al-sunna wal-jamaah percaya didalam keadilan mereka-mereka yang terdahulu, semua mereka, maka mereka tidak dapat mengabaikan Ali didalam daftar untuk para sahabat”.     Jika mereka telah mengabaikan beliau, komplot mereka akan menjadi bukti kepada semua orang yang bijak dan yang menyelidiki, lalu mereka mengalihkan publik kepada mempercayai bahwa Khalifah keempat adalah pintu ke kota ilmu Ali bin Abu Thalib [as]
.
Kami bertanya kepada mereka: ‘Kenapa kamu kemudian menolak untuk mengikuti beliau dengan segala yang ada kaitan dengan agama dan juga hal-hal sekuler, jika kamu benar-benar percayabahwa ia adalah pintu Ilmu? , Kenapa kamu dengan sengajameninggalkan pintu itu dan mengikuti Abu Hanifa, Malik, al-Shafii dan ibn Hanbal, begitu juga dengan ibn Taimiyah, mereka-mereka ini yang tidak sejenis, yang amat jauh dari kemuliaan yang ada pada Ali, kebaktian dan keturunan yang suci , yang mana perbedaannya adalah umpama bumi dengan langit atau Bagaimana seseorang dapat membandingkan pedang dengan sabit atau cara seseorang membandingkan Muawiya dengan Ali jika kamu mengikuti akal pikiran? 
.
Semua ini dapat dikatakan jika kita ketepikan semua hadits yang menceritakan tentang rasul mewajibkan atas Muslim untuk mengikuti Imam Ali sesudah rasul dan mencontohinya. Seorang diantara ahl al-sunnahberkata: ‘kemuliaan Ali, dialah orang yang pertama untuk memeluki Islam, jihadnya adalah Islam, pengetahuannya sangat mendalam, kehormatannya besar dan zuhudnya telah diketahui oleh semua; bahkan ahl al-sunna mengetahui dan mencintai Ali lebih dari mereka yang Shi’ah. ‘Begitulah yang diperkatakan oleh kebanyakan mereka dewasa ini’. Kepadanya kami katakan:‘Dimanakah kamu [9], dan dimanakah turunan dan ulama kamu ketika Ali dikutuk atas mimbar untuk ratusan tahun? Kami tidak pernah dengar, atau ada dicatat didalam sejarah apapun fakta, bahwa ada seorang diantara mereka yang membencinya atau menghalangnya atau yang terbunuh karena ketaatan dan cintanya kepada Ali. Tidak! Kami tidak akan menemukan suatu walaupun satu nama diantara semua ulama ‘ahl al-sunna yang ada melakukannya. Melainkan seluruhnya ulama mereka hampir ke posisi pemerintah, raja dan juga gubernur karena sumpah kesetiaan yang telah mereka berikan kepadanya, dan karena merasa senang dengannya dan karena mereka mengeluarkan hukum yang memungkinkan pembunuhan terhadap orang-orang yang ‘menolak’ yaitu mereka yang setia kepada Ali dan keturunannya, dan manusia serupa ini masih ada terdapat dizaman kita
   
Kristen untuk selama beberapa abad telah memendam kebencian terhadap Yahudi yang mereka anggap sebagai penjahat. Mereka menuduhnya sebagai yang bertanggung jawab atas pembunuhan Isa anak Maryam. Tetapai Kristen ini telah menjadi lemah dan dasar kepercayaan mereka telah lenyap, dan kebanyakan mereka menjadi kafir. Gereja telah diarahkan pergi ke tempat sampahdisebabkan oleh pendirian yang menentang sains dan para ilmuwan
.
Sebaliknya, Yahudi bertambah kuat, dan kekuasaan yang sedemikian mendapat lajakkan [lebih cepat] ketika mereka menawan Arab dan tanah-tanah Islam dengan paksaan. Pengaruh mereka tersebar ke Timur dan Barat dan mereka telah mendirikan sebuah negara Israel …. Barulah kemudian Pope John Paul II bertemu Kepala [rabbis] Yahudi membersihkan dari kejahatan pembunuhan Isa, karena itu adalah bagian manusia, dan ini adalah zaman kita
.
______________________
1. Mereka semua melakukannya dengan pengecualian Umar ibn Abd al-Aziz
2. Tanggal Baghdad, jilid 8, ms 266
3. Adalah dikatakan, ulama ‘begitu terjumlah ke ahl al-sunna wal-Jamaah
4. Lihatlah bagaimana orang yang berbicara menyatakan: ‘semoga Allah merasa senang dengannya,’ bahkan kemudian dia menolak untuk menerima nama beliau untuk ditambahkan dalam daftar ‘Khalifah rashidin’, dan membantah ke Imam Ahmad karena telah melakukannya. Lihatlah juga bagaimana dia berkata: ‘Kami telah menyatakannya, dst …,’ menunjukkan bahwa dia berkata bagi pihak ahl al-sunna yang telah mengirimkannya untuk bertemu Imam Ahmad untuk menyatakan keberatan mereka.
5. Tabaqat al-Hanabila, jilid 1 ms 292
6. Al-Bukhari, sahih jilid 4 ms 191, jilid 4 didalam buku di mulai kejadian didalam bab mengenai kemuliaan Abu Bakr yang hampir sama dengan kemuliaan para rasul
7. Al-Bukhari sahih jilid 4 ms 203, didalam bab mengenai kemuliaan Utsman bin Affan didalam buku pada awal kejadian
8. Pengecualiannya hanya pada beberapa tahun saat pemerintahan Umar ibn Abd al-Aziz. Dia menghentikan kebiasaan di hina dan mengutuk, tetapi sesudah kematiannya Mereka memulai kembali, malah lebih dari itu dengan menajiskan dan merusakkan kuburannya. Mereka telah sampai sehingga mencegah untuk merubah seseorang dengan namanya …
9. Saya dengan sengaja mengatakan: ‘Dimanakah kamu?’ Untuk mengatakan kepada Muslim yang ada dizaman sekarang dari ahl al-sunna wal-jamaah karena mereka telah membaca didalam Sahih Muslin bahwa Muawiya mengutuk Ali dan mengarah para sahabat untuk melakukan yang sama, dan mereka ahl al-sunna temukan ini tidak perlu dibangkang. Bahkan mereka memohon kepada Allah semoga merasa senang dengan Pemimpin mereka Muawiya yang mana mereka gelar sebagai ‘penulis wahyu’. Ini membuktikan bahwa kecintaan mereka terhadap Ali tidak ikhlas sama sekali dan tidak memiliki nilai yang harus dipertimbangkan
.

PELUNCURAN 6 SURAT MUAWIYAH UNTUK KEBIJAKAN RESMI REZIMNYA AGAR DIJADIKAN KURIKULUM NEGARA DALAM MENYIKAPI AGAMA RASULULLAH SAW

Sejarah mencatat peran aktif para penguasa, khususnya Mu’awiyah dalam merusak kemurnian sunah suci Nabi saw.. Para sejarahwan Islam membocorkan kepada kita beberapa data penting tentang hal itu. Abu Al Hasan Al Madaini –sebagaimana dikutip Ibnu Abi Al Hadid Al Mu’tazili Asy Syafi’i’- melaporkan bahwa Mu’awiyah meluncurkan enam surat kebijakan resmi rezimnya agar dijadikan kurikulum Negara dalam menyikapi agama Rasulullah saw. Di bawah ini akan saya sebutkan:
Surat Pertama:
Mu’awiyah menulis surat keputusan yang dikirimkan kepada para gubenur dan kepala daerah segera setelah ia berkuasa: أن برِئَت الذمة مِمن روى شيئا فِي فَضْلِ أبِي تُراب و أهْلِ بَيْتِهِ .
“Lepas kekebalan bagi yang meriwayatkan sesuatu apapun tentang keutamaan Abu Thurab (Imam Ali as. maksudnya-pen) dan Ahlulbaitnya.” [1]
Maka setelah itu para penceramah di setiap desa dan di atas setiap mimbar berlomba-lomba melaknati Ali dan berlepas tangan darinya serta mencaci makinya dan juga Ahlulbaitnya. Masyarakat paling sengsara saat itu adalah penduduk kota Kufah sebab banyak dari mereka adalah Syi’ah Ali as. Dan untuk lebih menekan mereka, Mu’awiyah mengangkat Ziyad ibn Sumayyah sebagai gubeneur kota tersebut dengan menggabungkan propinsi Basrah dan Kufah. Ziyad menyisir kaum Syiah –dan ia sangat mengenali mereka, sebab dahulu ia pernah bergabung dengan mereka di masa Khilafah Ali as.. Ziyad membantai mereka di manapun mereka ditemukan, mengintimidasi mereka, memotong tangan-tangan dan kaki-kaki mereka, menusuk mata-mata mereka dengan besi mengangah dan menyalib mereka di atas batang-batang pohon kurma. Mereka juga diusir dari Irak, sehingga tidak ada lagi dari mereka yang tekenal. [2]
Surat Kedua:
Kemudian Mu’awiyah menulis surat keputusan kedua yang ia kirimkan kepada para pejabat daerahnya: ألاَّ يُجِيْزُوْا ِلأَحَدٍ مِنْ شِيْعَةِ عَلِيٍّ وَ أهْلِ بيْتِه شَهَادَةً .
“Jangan bolehkan siapapun dari Syiah Ali dan Ahlulbaitnya untuk memberikan kesaksian apapun!” [3]
Surat Ketiga:
Ia juga menulis: أنْظُرُوا مَنْ قِبَلكُمْ مِن شِيْعَة عُثْمان وَ مُحِبِّيْهِ وَ أهْلِ وِلاَيَتِهِ وَ الَّذِيْنَ يَرْوُوْنَ فَضائِلَهُ وَ مَناقِبَهُ فَأَدْنُوا مَجالِسَهُم وَ قَرِّبُوْهُم وَ أكْرِمُوْهُم، وَ اكْتُبُوا لِيْ بِكُلِ مَا يَرْوِيْ كُلُّ رَجُلٍ مِْنهُم اسْمَهُ و اسْمَ أبِيْهِ وَ عَشِيْرَتِهِ.
“Perhatikan siapa saja dari syi’ah Utsman, yang mencintainya dan berwilayah dengannya serta yang meriwayatkan keutamaannya maka dekatkan majlis mereka, hormati mereka dan tuliskan untukku apa saja yang mereka riwayatkan berikut nama-nama mereka dan nama-nama ayah-ayah mereka.”
Setelah itu, kata Al Madaini, mereka berlomba-lomba memperbanyak keutamaan dan manaqib Utsman, karena iming-iming insentif menggiurkan yang diberikan Mu’awiyah berupa uang, baju dan tanah lahan, serta pemberian yang ia obral untuk orang-orang Arab maupun non Arab. Sehingga dalam waktu singkat di setiap daerah banjir hadis keutamaan Utsman, masing-masing berlomba-lomba mendapatkan kedudukan dunia. Tidak seorang pun yang datang menemui aparat Mu’awiyah dengan meriwayatkan keutamaan Utsman kecuali namanya dicatat, ia dimuliakan dan diberi kemudahan pelayanan negara.Yang demikian berlangsung beberapa waktu sebelum kemudian Mu’awiyah menyusulnya dengan surat kebijakan ketiga.
Surat Keempat:
Mu’awiyah menulis surat ketiga kepada para gubenur dan kepala daerah: إن الحديث في عثمان قد كثر و فشا في كل مصر و في كل وجهٍ و ناحية، فإذا جاءكم كتابي هذا فادعوا الناس إلى الرواية في فضائل الصحابة مفتعلة ، فإن هذا أحب إلَيَّ و أقر لعيني و أدحض لحجة أبي تراب و شيعته و أشد عليهم من مناقب عثمان و فضله.
“Sesungguhnya hadis tentang Utsman telah banyak dan tersebar di seluruh penjuru negeri. Maka apabila datang suratku ini kepadamu ajaklah orang-orang untuk meriwayatkan tentang keutamaan sahabat dan para khalifah terdahulu. Dan jangan biarkan sebuah hadis pun yang diriwayatkan kaum Muslim tentang keutamaan Abu Thurab melainkan datangkan kepadaku tandingannya untuk sahabat lain. [4] Yang demikian itu lebih aku sukai dan lebih mendinginkan mataku serta dapat mematahkan hujjah Abu Thurab dan Syi’ahnya, dan lebih menyakitkan mereka dari pada keutamaan Utsman!”
Setelah dibacakan surat tersebut di hadapan masyarakat, mereka berlomba-lomba meriwayatkan hadis-hadis palsu tentang keutamaan sahabat yang tidak ada hakikatnya. Orang-orang pun bersungguh-sungguh dalam meriwayatkannya sampai-sampai mimbar-mimbar menjadi ajang penyampaiannya. Para guru di sekolah-sekolah dibekali dengannya, dan mereka menyampaikan-nya kepada anak-anak didik mereka banyak dari hadis produk tersebut, sampai-sampai mereka meriwayatkannya dan mempelajarinya seperti mereka mempelajari Alquran. Mereka juga mengajarkannya kepada anak-ana perempuan dan istri-istri mereka di rumah-rumah, bahkan kepada para budak dan pembantu rumah tangga mereka. Kondisi ini terlangsung cukup lama.
Surat Kelima:
Mu’awiyah melengkapi kebijakannya dengan melayangkan surat ketetapan: انْظُرُوْا إِلَى مَن قَامَتْ عليهِ الْبَيِّنَةُ أنَّهُ يُحِبُّ عَلِيًّا وَ أهْلَ بَيْتِهِ فَامْحُوْهُ مِنَ الدِّيوَانِ وَ أسْقِطُوا عَطَاءَهُ وَ رِزْقَهُ.
“Perhatikan siapa yang terbukti mencintai Ali dan Ahlulbaitnya maka hapuslah namanya dari catatan sipil negara, gugurkan uang pemberian untuknya!”
Surat Keenam:
Surat kelima itu, ia susul dengan surat susulan: مَنْ اتَّهَمْتُمُوْهُ بِمُوَالاَةِ هَؤُلاَءِ القَوْمِ فَنَكِّلُوْا بِهِ وَ اهْدِمُوْا دَارَهُ.
“Barang siapa yang kamu curigai mencintai Ali dari mereka maka jatuhkan sangsi berat atasnya! Hancurkan rumahnya!”
Maka tidak ada yang menderita lebih dari penduduk Irak, khususnya kota Kufah, sampai-sampai seorang dari Syi’ah didatangi temannya yang ia percayai lalu masuk ke rumahnya dan ia menyampaikan beberapa rahasia, ia takut dari pembantu dan budaknya. Dan ia tidak menyampaikannya sebelum ia meminta sumpah dengan sumpah yang berat untuk tidak menyebarkannya.
Mu’awiyah Membentuk Lembaga Pemalsuan Hadis (LPH)
Tidak puas hanya dengan memerintah masyarakat Muslim melaknati Imam Ali dan Ahlulbait Nabi saw. dalam berbagai kesempatan, tidak terkecuali ketika salat Jum’at, Mu’awiyah membentuk sebuah lembaga pemalsuan hadis untuk memutarbalikkan agama dan untuk mencoreng nama harum Ali dan Ahlulbait Nabi as. Ibnu Abi Al Hadid juga melaporkan bahwa “Sesungguhnya Mu’awiyah telah membentuk sebuah lembaga yang beranggotakan beberapa sahabat dan tabi’in yang bertugas memproduksi hadis-hadis palsu yang menjelek-jelekkan Ali as, agar orang mengecam dan mencelanya. Ia (Mu’awiyah) mengupah mereka dengan upah yang sangat besar, dan mereka pun memproduksi hadis-hadis sesuai dengan kehendak Mu’awiyah. Di antara mereka adalah Abu Hurairah, Amr bin Al ‘Ash, dan Mughirah bin Syu’bah. Sedangkan dari kalangan tabi’in adalah Urwah bin Zubair.
CATATAN KAKI
[1] Ada kekhawatiran dari sebagian pemerhati bahwa sikap sebagian muhaddis kita terilhami oleh kebijakan Mu’awiyah di atas.
[2] Syarah Nahj al Balâghah, jilid III/juz 11/14-17.
[3] Bandingkan dengan sikap para muhaddis kita dalam menyikapi syi’ah Ali as. Ada kekhwatiran bahwa sikap itu adalah menifestasi dari politik Mu’awiyah!
[4] Contoh masalah ini banyak sekali, dapat Anda temukan pada hampir setiap hadis keutamaan Imam Ali as. ada hadis tandingan, seperti hadis Manzilah dll. Tetapi anehnya, meskipun ia dirangsang dengan rangsangang menggiurkan tetap saja ia tidak diriwayatkan kecuali melalui jalur-jalur lemah. “Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah akan menyempurnakan cahaya-Nya walaupn kaum Kâfir tidak menyukainya!”




Artikel Terkait: