Obat antinyamuk tidaklah sepenuhnya aman, karena mengandung zat-zat kimia yang berefek samping merugikan kesehatan...
Antinyamuk bakar menghasilkan asap yang diyakini dapat mengusir nyamuk, namun ada kecurigaan bahwa asap tersebut juga dapat meningkatkan kejadian ISPA, seperti batuk dan sesak pada anak. Tetapi hingga kini belum diperoleh bukti yang kuat mengenai efek tersebut. Antinyamuk elektrik memiliki efek yang hampir sama dengan antinyamuk bakar; menghasilkan asap, hanya saja tidak terlihat. Antinyamuk semprot menghasilkan partikel aerosol yang bersifat sebagai racun kontak bagi nyamuk.
Antinyamuk bakar menghasilkan asap yang diyakini dapat mengusir nyamuk, namun ada kecurigaan bahwa asap tersebut juga dapat meningkatkan kejadian ISPA, seperti batuk dan sesak pada anak. Tetapi hingga kini belum diperoleh bukti yang kuat mengenai efek tersebut. Antinyamuk elektrik memiliki efek yang hampir sama dengan antinyamuk bakar; menghasilkan asap, hanya saja tidak terlihat. Antinyamuk semprot menghasilkan partikel aerosol yang bersifat sebagai racun kontak bagi nyamuk.
Umumnya kandungan zat aktif dalam ketiga jenis antinyamuk tersebut sama, yaitu insektisida. Ada bermacam-macam insektisida yang terkandung dalam antinyamuk yang saat ini beredar, antara lain propoxur, dichlorvos, chlorpyrifos, dan turunan pyrethroid (seperti pyrethrine, d-allethrine, dan transfluthrine). Propoxur, dichlorvos, dan chlorpyrifos mempunyai daya racun yang lebih tinggi daripada turunan pyrethroid.
Propoxur, jika terpapar dalam jumlah besar dapat menurunkan aktivitas kolinesterase (enzim yang berperan dalam transmisi impuls saraf), sehingga menimbulkan gejala keracunan seperti pandangan kabur, keluar keringat berlebih, pusing, mual, muntah, diare, dan sesak nafas.
Dichlorvos, telah ditetapkan WHO sebagai racun kelas I. Suatu penelitian menyatakan bahwa dichlorvos bersifat embriotoksik dan teratogenik (membahayakan perkembangan janin) pada mencit percobaan, yang mungkin juga sama membahayakannya bagi perkembangan manusia. Selain itu dichlorvos juga bersifat mutagenik pada bagian tubuh yang kontak dengan zat tersebut, sehingga berpotensi memicu kanker.
Chlorpyrifos bersifat neurotoksik (meracuni saraf) pada individu yang rentan dan dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.
Lotion antinyamuk umumnya mengandung zat aktif Diethyltoluamide (DEET), yang berefek mengiritasi kulit dan berbahaya bila mengenai selaput lendir tubuh atau permukaan kulit yang terluka.
Fakta-fakta di atas jelas mengkhawatirkan, mengingat risiko kontaminasi pada anak-anak lebih tinggi daripada orang dewasa, dikarenakan:
(1) daya tahan tubuh anak masih lemah sehingga lebih rentan
(2) proses pernafasan anak lebih cepat sehingga lebih banyak zat kimia yang terhirup.
Jika demikian, antinyamuk apa yang aman digunakan?
1. Cara tradisional yaitu memasang kelambu pada tempat tidur anak
2. Menjaga kebersihan rumah dan sekitarnya
3. Memasang kasa nyamuk pada pintu dan jendela
4. Menggunakan raket antinyamuk
5. Pilihlah antinyamuk yang mengandung insektisida yang lebih rendah daya racunnya, seperti turunan pyrethroid (kandungan zat aktif dapat dibaca pada label kemasan).
6. Gunakan antinyamuk sesuai keperluan. Untuk ruang tertutup sebaiknya gunakan bentuk semprot. Selama penyemprotan sebaiknya tidak ada orang lain di dalam ruangan, dan ruang baru dimasuki setelah 2-3 jam.
7. Ruang ber-AC sebaiknya tidak menggunakan antinyamuk apapun karena dapat membuat zat kimia terakumulasi.
8. Jika menggunakan antinyamuk bakar atau elektrik, ruangan harus selalu terbuka sepanjang pemakaian.
9. Hindarkan anak-anak dari kontak dengan antinyamuk. Lotion antinyamuk baru boleh diberikan pada anak-anak berusia di atas 9 tahun, dan dioleskan secukupnya saja. Lotion tidak boleh dioleskan pada kulit yang terluka.
Prinsipnya semua antinyamuk memang mengandung zat kimia yang dapat menjadi racun. Karena itu gunakanlah sesedikit mungkin sesuai kebutuhan.
Referensi :Asmatullah, Andleeb, S., and Akhtar, N. 2004. Developmental Defects Induced By Dichlorvos In Mice. Journal of Research (Science), Bahauddin Zakariya University, Multan, Pakistan. Vol.15, No.3, December 2004, pp.271-279.
Donatus, I. A. 2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Klaassen, C. D. 2001. Cassarett & Doull’s Toxicology: The Basic Science of Poisons. 6th Edition. McGraw-Hill. New York.
sumber: anakku.net